Jakarta, MNID. Di tengah ketidakpastian global akibat perang tarif dan pergerakan nilai tukar mata uang yang sangat dinamis, pemerintah Indonesia justru berhasil membangun kemandirian pangan. Menurut tokoh gerakan mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti, pencapaian dalam enam bulan pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini tentu perlu diapresiasi.
“Kita sedang menghadapi situasi peperangan mengunakan senjata tarif dan currency. Di tengah guncangan dan ketidakpastian situasi geopolitik tersebut, bangsa kita berhasil memulai langkah dengan dasar yang kuat dan arah yang tepat, yaitu membangun kemandirian di sektor pangan,” ujar Haris, Senin, 28 April 2025.
Haris mengatakan, pencapaian ini membuatnya terharu.
“Dalam waktu yang terbilang singkat itu, kita berhasil mencapai swasembada beras, kita ‘kebanjiran’ beras dari petani kita sendiri,” katanya.
Menurut Haris, perang tarif global justru menjadi momentum penting untuk memperkuat industri pangan nasional.
“Menurut saya bangsa kita berpeluang membangun kemandirian industri pangan justru ketika berlangsung perang tarif dan perang currency,” ujarnya. Haris menambahkan, kondisi ini memaksa negara-negara untuk bergantung pada produksi dalam negeri.
Haris juga menyoroti dampak negatif dari perdagangan bebas terhadap industri nasional. “Kita semua melihat sendiri bagaimana gempuran impor produk industri asing telah meruntuhkan industri nasional kita,” katanya. Ia mengungkapkan, runtuhnya sektor manufaktur, tekstil, dan pertanian menyebabkan meluasnya PHK dan pengangguran di Indonesia.
Mengingat kondisi tersebut, Haris menekankan pentingnya gerakan kemandirian ekonomi. Ia mengutip ajaran Gandhi tentang swadesi dan menyatakan, “Dalam bahasa sederhana, konsep swadesi menurut Gandhi mengarah pada Swarajya (kemerdekaan). Dalam arti pemerintah oleh negeri sendiri (self-rule), yang bertumpu pada kekuatan sendiri (self-reliance).”
Haris juga mengaitkan capaian ini dengan ajaran Bung Karno. “Begitu juga Bung Karno yang menjadi guru ideologis Presiden Prabowo, mewarikan kepada kita tentang Trisakti, berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian nasional,” katanya.
Mengutip data BPS, Haris menyebut produksi gabah kering giling (GKG) periode Januari–April 2025 mencapai 24,22 juta ton, dengan produksi beras mencapai 13,95 juta ton. “Dengan data BPS ini, dipastikan untuk saat ini kita tidak perlu lagi impor beras,” katanya.
Ia menilai capaian tersebut luar biasa, mengingat sebelumnya Indonesia sangat bergantung pada impor. “Tidak gampang! Tapi itu fakta. Dan kita makin optimis, dalam 6 bulan ke depan kita akan menjadi salah satu eksportir beras,” ujarnya. Haris bahkan menyatakan, “Kartel pemakan rente impor beras dan komoditi pangan lain pasti muntah darah, nangis darah dengan capaian ini.”
Lebih lanjut, ia memaparkan data serapan gabah oleh Bulog yang terus meningkat. “Pada pertengahan April 2025, menurut keterangan resmi Perum Bulog telah berhasil menyerap 1,4 juta ton gabah dari target 2 juta ton pada bulan April 2025,” katanya, membandingkan dengan serapan di tahun-tahun sebelumnya.
Haris juga menyoroti kebijakan pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen sebesar Rp6.500 per kilogram melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas). “Petani kita bisa mempunyai penghasilan jumbo dalam panen raya kali ini,” katanya.
Ia menilai kebijakan ini membebaskan petani dari “kutukan” yang selama ini mereka alami saat musim tanam dan panen. “Saat musim tanam tiba, petani menghadapi kutukan sulit memperoleh pupuk dan benih unggul. Ketika panen raya datang, petani dihadapkan pada kutukan jatuhnya harga gabah,” ucapnya.
Haris mengungkapkan bahwa reformasi distribusi pupuk oleh Presiden Prabowo telah memangkas birokrasi yang selama ini menghambat. “Menurut keterangan Kementerian Pertanian, problem distribusi pupuk subsidi terhambat oleh birokrasi yang sengaja dibikin ruwet,” ungkapnya. Kini, sistem distribusi hanya melibatkan tiga pihak: Kementerian Pertanian, PIHC, dan petani.
Ia memuji reformasi tersebut sebagai langkah nyata untuk mempercepat distribusi pupuk dan meningkatkan produktivitas petani. Haris menegaskan, semangat Prabowo dalam melindungi petani sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945.
Meski mengakui bahwa implementasi berbagai kebijakan belum sepenuhnya sempurna, Haris menilai upaya pemerintah menunjukkan komitmen nyata. “Namun niat baik itu telah dibuktikan melalui implementasi nyata melindungi petani dan industri pertanian,” katanya.
Ke depan, Haris berharap sektor pertanian terus dikembangkan dengan melibatkan pengusaha nasional dan perguruan tinggi dalam riset dan inovasi pertanian. “Dengan demikian cita-cita menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia dapat diwujudkan,” katanya.
Ia menutup pernyataannya dengan keyakinan bahwa niat baik pemimpin untuk rakyat akan membuahkan hasil positif. “Menurut saya selama seorang pemimpin itu punya niat baik untuk rakyat dan bangsanya, saya yakin Insya Allah ‘wahyu’ akan menyertai, melandasi dan menuntunnya. Mari menanam!!” tutupnya.