Jakarta, MNID. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI masih menelusuri kasus korupsi Kadis PUPR Pemprovsu, Topan Obaja Putra Ginting, yang selama ini dikenal sebagai “anak emas” Gubernur Sumatera Utara, Bobby Afif Nasution.
Sejauh ini KPK telah memeriksa 18 saksi, termasuk Letnan Dalimunthe (Letnan), mantan Sekda Kota dan Pj. Walikota Padangsidimpuan, di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Padangsidimpuan, Rabu, 13 Agustus 2025. Letnan memenangi Pilkada Kota Padangsidimpuan tahun 2024 berkat “kolaborasi politik” dengan Bobby.
KPK juga memeriksa 29 saksi, termasuk Muhammad Jafar Sukhairi Nasution, mantan Bupati Mandailing Natal, Kamis, 14 Agustus 2025. Dia adalah Ketua DPW PKB Sumatera Utara, pendukung Bobby di Pilgubsu 2024.
Namun menurut Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Sutrisno Pangaribuan, pemeriksaan terhadap sejumlah aparatur sipil negara (ASN) pemerintah kabupaten/kota dan pihak swasta di wilayah Tapanuli bagian Selatan bukan untuk mengejar sang aktor intelektual.
“Konstruksi kasus diduga hendak dibangun KPK sebagai praktik suap, dimana pihak swasta pelaku aktif. Sementara yang terjadi adalah ada pihak yang memiliki kekuasaan besar yang diduga memberi perintah kepada TOP untuk meminta sejumlah uang (fee) sebagai syarat mendapatkan proyek jalan nasional dan jalan provinsi di Sumut,” ujar Sutrisno dalam keterangan yang diterima redaksi MNID.
Dia menduga KPK hanya berani memeriksa ASN pelaksana instruksi, sementara orang yang diduga sebagai sutradara, aktor intelektual dan aktor utama pemberi arahan, petunjuk dan perintah kepada Topan tidak disentuh KPK.
Bahkan Sutrisno mengatakan, KPK kelihatannya akan terus menggelar drama OTT yang diduga untuk mengalihkan isu/ perhatian dari kasus korupsi jalan di Sumut.
KPK diduga, sambun menjadikan Topan sebagai tumbal dengan “tuduhan” bahwa permintaan fee adalah inisiatif TOP atau suap adalah inisiatif pihak swasta.
Kemudian KPK diduga menggeser perhatian publik dengan menggelar OTT terhadap bupati Kolaka Timur dan Dirut PT. Inhutani V. Padahal dalam dua OTT terbaru, KPK menyasar “top leader” pada instansi/ lembaga tersebut, sedang pada kasus korupsi jalan nasional dan jalan provinsi di Sumut hanya berhenti pada TOP.
“Padahal kasus korupsi jalan Sumut jauh lebih besar pengaruhnya terhadap pemberantasan korupsi daripada kasus Kolaka Timur dan PT. Inhutani V,” kata Sutrisno lagi.
Tentang Dua Pucuk Senpi
Sementara itu, KPK juga tidak pernah menjelaskan hasil koordinasi dengan Mabes Polri terkait dua (2) pucuk senjata dan amunisi yang ditemukan saat penggeledahan rumah Topan.
Padahal status dua pucuk senjata api, kepemilikan, penyimpanan dan penguasaannya seharusnya diproses berdasarkan UU Darurat 12/1951.
Kepemilikan secara ilegal, baik penguasaan dan penyimpanan dapat dikenai sanksi pidana berupa hukuman mati, dipenjara seumur hidup. KPK maupun Ormas tidak memiliki kewenangan menilai dan menjelaskan status hukum dari dua pucuk senjata dan amunisi hasil penggeladahan KPK di rumah Topan itu.
“Polri yang harus segera menjelaskan status hukum dua pucuk senjata dan amunisi yang ditemukan KPK di rumah TOP, baik perolehan dan peruntukannya. KPK dan Perbakin tidak memiliki kewenangan menjelaskan status hukum dari dua pucuk senjata api dan amunsi yang dimiliki TOP,” urainya.
Polri juga harus menjelaskan secara terbuka nomor registrasi dari dua pucuk senjata beserta amunisi (peluru) yang ditemukan. Apakah dua pucuk senjata dan amunisi tersebut diperoleh secara legal dan dipergunakan (peruntukan) secara legal.
“Apakah TOP berhak memiliki, menggunakan, menyimpan dua pucuk senjata api dan amunisi (peluru) secara legal. Gubsu dan Mendagri juga harus menjelaskan apa hal ikhwal kegentingan yang memaksa TOP harus memiliki dua pucuk senjata api untuk melindungi dirinya,” masih kata Sutrisno.
Saksi dari Kalangan APH
Demikian juga dengan pengembangan kasus tersebut yang dikaitkan dengan beberapa saksi yang merupakan aparat penegak hukum (APH).
KPK sebelumnya telah memeriksa teman dekat Bobby, AKBP Yasir Ahmadi (YA), Kabag Rorena Polda Sumut dan mantan Kapolres Tapsel.
KPK juga belum menjelaskan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Jamwas Kejagung, Rudi Margono terhadap Idianto, Mantan Kajati Sumut, Muhammad Iqbal, Kajari Mandailing Natal (Madina), dan Gomgoman Halomoan Simbolon Kasidatun Kejari Madina.
“KPK harus segera menjelaskan keterangan apa yang dibutuhkan oleh KPK dari para APH tersebut terkait korupsi yang dilakukan oleh TOP. Apakah para APH tersebut mengetahui akan terjadinya tindak pidana korupsi namun tidak melakukan pencegahan?” tanya Sutrisno.
OTT dan penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK terhadap Topan yang kerap disebut sebagai “Ketua Kelas”, dan pemeriksaan terhadap saksi AKBP Yasir Ahmadi, Letnan Dalimunthe, Muhammad Jafar Sukhairi Nasution memberi isyarat penting bahwa tersangka dan para saksi adalah “teman dekat” Bobby.
Akan tetapi KPK diduga tidak berani memanggil dan memeriksa Bobby, menantu Presiden VII, Joko Widodo (Jokowi) tersebut.
Padahal adik ipar Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka tersebut sering terlihat dekat dan akrab dengan tersangka dan para saksi dalam berbagai kesempatan, baik acara formal maupun non formal.
Maka kakak ipar dari Ketum PSI, Kaesang Pangarep tersebut perlu dimintai keterangan atas dugaan keterlibatan teman- teman dekatnya dalam kasus korupsi jalan nasional dan jalan provinsi di Sumut yang sedang ditangani KPK, sehingga kasus tersebut terang benderang.