Jakarta, MNID. Ada empat isu di panggung politik global yang sedang menjadi perhatian mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Keempat hal yang disampaikan SBY di akun X miliknya itu meliputi situasi terkini di Gaza, pengakuan dan dukungan Perancis kepada Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, konflik bersenjata antara Kamboja dan Thailand, serta perundingan tarif antara Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Situasi Terkini di Gaza
Untuk situasi terkini di Gaza, SBY mengatakan, semakin banyak negara yang mulai bersuara bagi pengakhiran baik perang maupun penderitaan kemanusiaan yang ekstrem (extreme human suffering) di Gaza.
Meskipun hal itu dinilainya sudah sangat terlambat, namun tetap ada baiknya. Empat negara Eropa yang penting, yang semuanya anggota G7, yaitu Inggris, Perancis, Jerman, dan Italia, secara eksplisit menyerukan pengakhiran perang dan tragedi kemanusiaan yang luar biasa di Gaza tersebut.
“Saya berharap negara-negara besar tersebut bertindak lebih lanjut (tentu bersama negara-negara lain di dunia) agar seruan tersebut betul-betul menjadi kenyataan. Diplomasi dan langkah-langkah serius mesti dilakukan. Perhelatan Sidang Umum PBB bulan September mendatang di New York, dapat dijadikan forum bagi pengakhiran perang dan tragedi kemanusiaan di Gaza,” tulis SBY.
“Saya kira banyak yang bersetuju dengan saya, bahwa penderitaan saudara-saudara kita di Gaza sudah sangat melampaui batas-batas kemanusiaan. Karenanya tidak cukup hanya menjadi tontonan di layar-layar televisi di seluruh dunia. Mungkin yang menonton drama kehidupan di Gaza tersebut dalam keadaan nyaman (di ruangan yang dingin ber-AC sambil menikmati kopi dan makanan yang lezat), sementara yang ditonton adalah mereka-mereka yang untuk makan dan minum pun sebagian tidak bisa, serta dalam ancaman keselamatan jiwanya,” sambungnya.
Dia menambahkan, secara moral, kita semua terpanggil untuk do something bagi pengakhiran perang dan tragedi kemanusiaan yang tiada tara di Gaza tersebut.
Dukungan Prancis untuk Palestina
Pengakuan dan dukungan Perancis terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Palestina menurut SBY merupakan sebuah tonggak penting mengingat Perancis adalah negara besar di Eropa, anggota G7 dan pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB. Sangat mungkin kebijakan luar negeri Perancis ini menambah “jembatan” dalam upaya penyelesaian konflik teritori dan kedaulatan antara Israel dan Palestina.
“Konsep Solusi Dua Negara (two-state solution), dan bukan Solusi Satu Negara (one-state solution), adalah yang paling realistis. Prasyarat utama bagi terwujudnya 2 negara (Israel dan Palestina) yang sama-sama berdaulat dan hidup berdampingan secara damai harus dimulai dari mutual recognition, dari kedua negara tersebut. Prasyarat penting lainnya adalah dukungan internasional yang makin kuat dan luas agar two-state solution tersebut bisa diwujudkan. Saya tahu jalan yang mesti ditempuh masih panjang dan tidak semudah yang dipikirkan banyak kalangan. Tetapi hal ini tetap dimungkinkan (not impossible),” urainya.
Konflik Kamboja-Thailand
Secara pribadi SBY mengatakan dirinya sangat bersedih atas konflik bersenjata di sepanjang perbatasan Kamboja dan Thailand. Dia menyebut ini sebagai set back dari kisah sukses ASEAN sebagai model kerja sama regional yang telah berlangsung hampir 60 tahun.
Terjadinya eksodus kedua penduduk di perbatasan kedua negara tersebut, dalam jumlah yang besar, tentu bukan pemandangan yang indah bagi ASEAN, bagi kita semua.
“Namun saya berpendapat, bahwa peaceful settlement, masih sangat dimungkinkan. ASEAN sebagai rumah bersama, termasuk di dalamnya Kamboja dan Thailand, masih memiliki sumberdaya politik untuk mendorong pengakhiran konflik kedua negara tersebut. Kita semua menunggu langkah cepat dan tepat ASEAN, termasuk kepemimpinan yang efektif,” tulisnya.
“Saya memahami konflik kedua negara memiliki akar sejarah yang panjang dan sejumlah kompleksitas tertentu. Di masa lalu, kontak tembak di antara tentara Kamboja dan Thailand beberapa kali juga terjadi. Tahun 2011, dalam kapasitas saya sebagai Ketua ASEAN, saya juga melakukan peran mediasi, karena terjadi lagi kontak tembak di tahun itu,” sambungnya.
Alhamdulillah, pertemuan segi tiga di Jakarta, antara SBY dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen dan Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva membuahkan kesepakatan peace settlement yang terjaga selama 14 tahun. Berkaca pada kisah sukses itu, SBY mengatakan dirinya tetap memiliki optimisme, konflik ini insya Allah bisa dicarikan solusinya secara damai, sesuai dengan jiwa dan semangat ASEAN Charter 2007.
Negosiasi Tarif AS-Eropa
Menurut SBY, upaya perundingan dan negosiasi tarif antara Amerika Serikat dan Uni Eropa memberikan harapan baru. Hubungan perdagangan antara kedua belah pihak yang memiliki “magnitude” yang besar akan sangat berdampak kepada situasi perdagangan secara internasional. Kita tidak ingin terjadi gangguan dan instabilitas yang berkepanjangan dalam tata perdagangan dunia, karena akan berdampak tidak baik bagi semua negara.
“Saya mengetahui, negosiasi tarif antara Amerika Serikat dan Uni Eropa ini bisa berjalan secara alot dan memerlukan waktu. Tetapi negosiasi tetap lebih baik daripada saling ancam mengancam dan apalagi kalau memilih dilakukan langkah yang unilateral,” katanya.
Khusus terkait dengan perang tarif dan perang dagang ini, sambungnya, negara-negara sedunia harus memiliki kesamaan pandangan. Benarkah perang tarif ini harus menjadi order of the day? Adakah cara lain yang bisa ditempuh untuk memastikan sistem dan pelaksanaan perdagangan internasional benar-benar berlangsung secara fair dan membawa manfaat bagi seluruh bangsa di dunia.
“Saatnya kita semua berpikir dan berbicara secara jernih, jujur dan konstruktif bagi masa depan ekonomi dunia yang lebih baik,” demikian SBY.