Oleh: Chapy Hakim, Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI)
PUSAT Studi Air Power Indonesia (PSAPI) menyampaikan analisis awal atas insiden terbaru dalam dunia pertempuran udara internasional, yakni keberhasilan pesawat tempur J-10C buatan Tiongkok—yang dioperasikan oleh Angkatan Udara Pakistan (PAF)—dalam menjatuhkan Rafale milik Angkatan Udara India (IAF). Peristiwa ini menjadi sorotan tajam karena menjadi indikasi pergeseran keseimbangan teknologi dan strategi dalam konflik udara kontemporer.
Keberhasilan J-10C ini mengejutkan banyak pihak, mengingat selama ini pesawat tempur produksi Tiongkok dinilai berada di bawah kualitas standar tinggi NATO. Namun, beberapa faktor strategis dan teknologis menjelaskan mengapa J-10C mampu mengungguli Rafale dalam peristiwa tersebut.
Faktor Penentu Kemenangan J-10C atas Rafale:
1. Radar AESA dan Rudal PL-15: J-10C ternyata sudah dilengkapi dengan radar AESA (Active Electronically Scanned Array) yang sangat canggih. Radar ini memungkinkan deteksi dan pelacakan target dengan lebih akurat dan pada jarak lebih jauh. Jarak yang melampaui kemampuan mata manusia untuk melihat – Beyond Visual Range.
Yang lebih penting lagi, J-10C dilengkapai rudal udara-ke-udara PL-15 berjangkauan hingga 200–300 km, jauh melebihi rudal MICA yang digunakan Rafale (maksimum sekitar 80–100 km). Disisi lain perangkat PL-15 juga memiliki active radar homing, sehingga dapat mengejar target secara mandiri setelah diluncurkan. Keunggulan ini menciptakan apa yang disebut "first look, first shot, first kill" advantage—kemampuan untuk melihat musuh lebih dulu, menembak lebih dulu, dan menghancurkan sebelum musuh bisa merespons
2. Integrasi Sistem Senjata China–Pakistan: Kolaborasi antara PAF dan industri pertahanan China menciptakan interoperabilitas sistem yang tinggi, termasuk data-link dan fusi informasi secara real-time yang meningkatkan situational awareness. Sebaliknya, bisa saja Rafale milik India mungkin menghadapi keterbatasan integrasi karena India menggunakan campuran sistem Barat dan domestik yang kadang tidak atau belum sepenuhnya kompatibel atau terpadu secara sistem.
3. Taktik dan Strategi Pertempuran: PAF dikenal dengan latihan intensif dalam skenario BVR (Beyond Visual Range). Serangan mendadak jarak jauh yang dirancang untuk mengejutkan Rafale menjadi kunci sukses dalam insiden ini. Surprise Attack adalah salah satu kunci utama dalam dinamika perang udara.
4. Kondisi Medan dan Intelijen Tempur: Pertempuran di area berbukit seperti Kashmir memberi tantangan sensorik bagi Rafale, sementara J-10C unggul dalam penetrasi radar dan penguncian target jarak jauh. Dalam kondisi seperti itu, maka pesawat tempur dengan sistem avionik yang lebih tersinkronisasi dan dilengkapi rudal jarak jauh akan diuntungkan.
5. Dugaan Dukungan Tiongkok: Menurut beberapa analis pertahanan antara lain Alexander Neill, konflik ini menjadi "target of opportunity" bagi Tiongkok untuk menguji langsung efektivitas pesawat tempurnya di medan perang, termasuk melalui dukungan intelijen dan sistem pengintaian jarak jauh.
Ada kemungkinan dukungan teknis atau pengawasan langsung dari radar dan satelit China, yang meningkatkan akurasi tembakan J-10C. Seperti pada umumnya medan perang adalah merupakan laboratorium lapangan bagi proses R&D dari para produsen alutsista.
Menguji kemampuan sistem senjata dan keterlibatannya dengan sistem komando dan pengendalian tempur tidak cukup hanya dilakukan di laboratorium Pabrik pesawat. Walaupun pabrik pabrik pesawat terbang tempur masa kini sudah dilengkapi dengan environmental test hanggar dalam final assembly production line, misalnya. Tetap saja masukan dari teater perang udara akan jauh lebih diperlukan khususnya dalam aspek peningkatan akurasi pengenalan target. Dalam hal ini adalah bagian dari proses penyempurnaan Speed Power and Accuracy dari sistem senjata.
Kesimpulan Sementara:
Insiden ini menandai bahwa keunggulan teknologi bukan hanya ditentukan oleh kualitas per unit, tetapi oleh sinergi antara platform tempur, sistem kendali, taktik, dan kesiapan operasi. Dalam hal ini, J-10C menunjukkan bahwa efektivitas dalam jaringan sistem tempur (network-centric warfare) mampu mengimbangi, bahkan mengungguli, platform kelas atas seperti Rafale.
Berikut adalah perbandingan visual antara pesawat J-10C dan Rafale berdasarkan sejumlah aspek teknis kunci. Terlihat bahwa:
- J-10C unggul dalam radar AESA dan rudal BVR (PL-15) dengan jangkauan jauh.
- Rafale lebih unggul dalam manuver dogfight, avionik canggih, dan kecepatan maksimum.
- Kemampuan stealth relatif setara.
PSAPI menekankan kembali bahwa keberhasilan pesawat dalam pertempuran bukan sekadar soal teknologi pesawat itu sendiri, melainkan bagian dari orkestrasi National Air Power yang melibatkan doktrin, strategi, dan sistem pendukung yang kompleks. Peristiwa ini akan menjadi studi penting dalam evaluasi kekuatan udara regional dan global ke depan.