Indo-Pasifik: Gagasan Strategis dan Dampaknya terhadap Indonesia

Image 3

Oleh: Chappy Hakim, Pendiri Pusat Studi Air Power Indonesia

BEBERAPA tahun terakhir ini, muncul istilah "Indo-Pasifik" yang telah menggantikan terminologi Asia Pasifik. Istilah Indo-Pasifik menjadi semakin akrab di telinga para pemikir strategis, diplomat, bahkan masyarakat umum. Istilah yang semula hanya digunakan dalam forum-forum kebijakan luar negeri kini telah menjelma menjadi kerangka geopolitik yang mendefinisikan arah kebijakan global, terutama di kawasan Asia.

Namun, apakah sebenarnya Indo-Pasifik itu? Siapa yang pertama menggagasnya? Mengapa pula istilah ini muncul menggantikan istilah yang selama ini dikenal sebagai “Asia-Pasifik”? Dan yang lebih penting lagi, apa dampaknya bagi Indonesia?

Awal Mula Gagasan Indo-Pasifik

Istilah “Indo-Pasifik” pertama kali digagas secara eksplisit oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada tahun 2007 dalam pidatonya di hadapan parlemen India yang berjudul “Confluence of the Two Seas”. Dalam pidato visioner itu, Abe menyampaikan bahwa Samudra Hindia dan Samudra Pasifik bukan lagi dua wilayah yang terpisah, tetapi telah bersatu sebagai satu kawasan strategis dan ekonomis yang menyatu dan saling terkait serta memiliki pengaruh yang cukup besar.

Pernyataan Abe ini bukanlah sekadar metafora geografis. Ia adalah sinyal politik yang mengindikasikan bahwa dalam hal ini India harus diperhitungkan dalam arsitektur keamanan regional, dan bahwa poros strategi Asia harus bergeser dari hanya berfokus pada Pasifik Timur ke wilayah yang lebih luas mencakup Asia Selatan dan juga Asia Tenggara.

Gagasan Abe kemudian berkembang menjadi doktrin kebijakan luar negeri baru, yang akhirnya diadopsi oleh Amerika Serikat, Australia, dan India. Puncaknya, pada tahun 2017, istilah ini diadopsi secara resmi dalam dokumen National Security Strategy Amerika Serikat, menggantikan istilah lama “Asia-Pasifik”.

Salah satu refleksinya adalah US Pacific Command (USPACOM) secara resmi berubah nama menjadi US Indo-Pacific Command (USINDOPACOM) pada tanggal 30 Mei 2018.  Perubahan nama ini diumumkan oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis dalam upacara serah terima jabatan komandan di Hawaii, dari Laksamana Harry Harris kepada Laksamana Philip S. Davidson.

Mengapa Istilah Indo-Pasifik Muncul?

Kemunculan istilah Indo-Pasifik bukanlah tanpa alasan. Ada tiga faktor utama yang menjadi pendorong perubahan istilah dan konsepsi geopolitik ini, yang pertama adalah Respons terhadap ekspansi Tiongkok.  China melalui program Belt and Road Initiative (BRI) dan ekspansinya di Laut Cina Selatan mulai menimbulkan kekhawatiran global. Maka, Indo-Pasifik muncul sebagai kerangka kerja sama yang dapat menyeimbangkan pengaruh Tiongkok melalui aliansi baru seperti Quad (AS, Jepang, India, Australia).

Berikutnya adalah masalah Penguatan Peran India. Dalam pendekatan Asia-Pasifik sebelumnya, India seolah-olah tersingkir dari diskursus utama. Indo-Pasifik terlihat menyatukan Samudra Hindia dan Pasifik bahkan hal ini menjadikan India sebagai kekuatan kunci yang tak terpisahkan dalam arsitektur kawasan.

Pada sisi lainnya, keterkaitan Jalur Maritim dan Ekonomi Global

Jalur laut dari Teluk Persia hingga Selat Malaka, kemudian menuju Samudra Pasifik, menjadi rute vital bagi perdagangan dunia. Maka, kawasan Indo-Pasifik harus dilihat sebagai satu kesatuan strategis, baik dari sisi militer, diplomasi, maupun ekonomi.

Dampak Strategis terhadap Indonesia

Bagi Indonesia, konsep Indo-Pasifik membawa dampak besar, baik sebagai peluang maupun tantangan. Berikut ini adalah beberapa konsekuensinya.

Posisi Geostrategis yang Meningkat. Indonesia berada tepat di jantung kawasan Indo-Pasifik. Selat Malaka, Laut Natuna Utara, Laut Jawa, dan Selat Sunda kini berada dalam radar utama geopolitik dunia. Hal ini meningkatkan nilai strategis Indonesia, sekaligus menuntut penguatan pertahanan udara dan laut nasional.

Berikutnya adalah Tekanan Rivalitas Kekuatan Besar. Rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang makin tajam di kawasan Indo-Pasifik berpotensi menyeret negara-negara netral seperti Indonesia ke dalam arena konflik. Maka, kebijakan “bebas aktif” Indonesia kini diuji dalam konteks yang jauh lebih kompleks.

Sementara itu dapat dilihat pula sebagai Peluang Memimpin Kerja Sama Kawasan. Menyadari pentingnya peran kawasan, Indonesia pada tahun 2019 menggagas dan mempromosikan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) sebagai pandangan kolektif yang menolak pendekatan aliansi militeristik dan lebih menekankan kerja sama ekonomi dan maritim yang inklusif.

Selain itu ada pengaruh terhadap Modernisasi Pertahanan dan Diplomasi Udara.

Konsep Indo-Pasifik menuntut Indonesia untuk melakukan revolusi strategi pertahanan udara. Penguatan sistem radar, integrasi satelit, serta pembangunan komando pertahanan udara nasional berbasis kawasan, menjadi bagian tak terelakkan untuk mempertahankan kedaulatan langit Nusantara.

Demikianlah, maka Indo-Pasifik bukan sekadar perubahan istilah dari Asia-Pasifik. Ia adalah cermin dari perubahan besar dalam lanskap kekuatan dunia. Bagi Indonesia, ini adalah kesempatan emas untuk menjadi poros maritim dunia.   Sayangnya, kesempatan itu datang bersama tantangan berat, antara lain menjaga netralitas dalam pusaran geopolitik, memperkuat pertahanan udara dan laut, serta memainkan peran aktif dalam membentuk arsitektur kawasan yang damai dan adil.

Indonesia seyogyanya tidak hanya menjadi penonton di tengah rivalitas Indo-Pasifik, tetapi harus berambisi menghadapi tantangan besar untuk menjadi pemain strategis yang menentukan arah sejarah kemana kawasan ini akan bergulir.

Referensi
1. Shinzo Abe, “Confluence of the Two Seas”, Parliament of India, 2007.
2. U.S. National Security Strategy, 2017.
3. ASEAN Secretariat, “ASEAN Outlook on the Indo-Pacific”, 2019.
4. Rory Medcalf, Indo-Pacific Empire: China, America and the Contest for the World's Pivotal Region, 2020.
5. Evan A. Laksmana, “Indonesia and the Indo-Pacific: A Brief Overview”, CSIS Jakarta, 2020.

 

CHAPPY HAKIM

Berita Terkait

Berita Lainnya