Tuduhan Serius Eks Kombatan GAM: Prabowo Balas Dendam Politik

Image 3
Mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Batee Iliek, Hasnawi Ilyas.

Banda Aceh, MNID. Ini tuduhan serius yang dialamatkan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Batee Iliek kepada Presiden Prabowo Subianto. 

Hasnawi Ilyas, mantan kombatan GAM itu, mengatakan Prabowo sedang menjalankan balas dendam politik terhadap Aceh dan Sumatra Barat, baik atas kekalahannya dalam Pilpres 2024 maupun atas kekalahan Presiden Joko Widodo dalam dua pemilihan presiden berturut-turut, 2014 dan 2019, di dua provinsi tersebut.

Menurut Hasnawi, indikasi balas dendam politik terlihat jelas dari sikap pemerintah pusat yang enggan menetapkan banjir bandang dan longsor di Aceh sebagai bencana nasional, minimnya alokasi anggaran, serta absennya negara secara nyata saat rakyat berada dalam situasi darurat kemanusiaan.

“Perilaku pemerintah pusat yang menolak menetapkan bencana nasional bisa disimpulkan sebagai balas dendam politik,” kata Hasnawi, seperti diberitakan media setempat, Minggu, 28 Desember 2025.

Ia menilai Prabowo dan Jokowi kini merupakan satu kesatuan kekuasaan yang tidak terpisahkan. Prabowo, kata dia, tidak sepenuhnya bebas mengambil keputusan karena berada dalam bayang-bayang kekuasaan Jokowi, terlebih setelah berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024.

“Prabowo kalah di Aceh dan Sumatra Barat justru karena berpasangan dengan anak Jokowi. Sebelumnya, ketika tidak berkoalisi dengan Jokowi, Prabowo menang telak di dua daerah itu,” ujarnya.

Hasnawi juga menyoroti komposisi Kabinet Prabowo yang dinilainya didominasi menteri-menteri warisan dan binaan Jokowi, termasuk pada posisi strategis seperti Kapolri, Panglima TNI, Mendagri, Menteri ESDM, hingga BNPB.

“Mereka terlihat patuh kepada Prabowo, tapi loyalitas sesungguhnya ke Jokowi. Karena mereka tahu Prabowo sendiri tunduk dan patuh kepada Jokowi,” katanya.

Ia menyebut hubungan personal Prabowo dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf tidak berpengaruh terhadap kebijakan pusat. Bahkan, menurut Hasnawi, kekecewaan juga dirasakan Muzakir Manaf karena Prabowo tidak menetapkan bencana nasional, sehingga bantuan internasional tidak dapat masuk seperti saat tsunami Aceh di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Dulu, saat tsunami, SBY menang telak di Aceh. Negara hadir penuh, bantuan dunia dibuka. Tidak ada dendam politik,” ujarnya.

Hasnawi juga mengkritik mandeknya implementasi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Menurutnya, kegagalan pemerintah pusat menjalankan UUPA membuat persoalan bendera Aceh berlarut-larut hingga memakan korban.

“UUPA tidak dijalankan. Soal bendera saja bisa berlarut dan makan korban. Itu murni kesalahan pusat,” katanya.

Pria yang akrab disapa Awi Juli itu juga mengecam pendekatan keamanan dalam penanganan bencana. Menurutnya, yang dibutuhkan rakyat adalah alat berat, bukan pasukan bersenjata.

“Saat bencana, seharusnya yang dikirim beko, bukan senjata. Mau bantu korban atau mau menunjukkan kekuasaan di Aceh?” ujarnya.

Ia menegaskan aparat seharusnya ditugaskan memburu perambah hutan dan penambang ilegal, bukan menghalangi rakyat yang menyuarakan aspirasi politiknya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Istana maupun Presiden Prabowo Subianto.

Berita Terkait

Berita Lainnya