Jakarta, MNID. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI diminta mengusut skandal BLBI di Bank Central Asia alias BCA. Permintaan ini mencuat karena diduga BCA menggelapkan aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mereka terima di era krisis 1997-1998. Pemerintah Indonesia dinilai pantas memiliki setidaknya 51 persen saham BCA.
“KPK jangan tumpul untuk mengusut kasus ini. Mulai lakukan penyelidikan dan penyidikan kasus BLBI BCA yang menyedot uang negara ini,” ujar anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdullah dalam keterangan Senin, 18 Agustus 2025.
Dia mengatakan, Komisi III DPR RI akan segera memanggil KPK, pansus DPD RI serta pihak-pihak terkait guna mendapatkan informasi menyeluruh mengenai dugaan rekayasa dalam proses akuisisi saham mayoritas BCA.
Hal itulah yang membuat muncul dorongan dari publik agar Presiden RI Prabowo Subianto untuk mengambil alih 51 persen saham BCA.
Secara terpisah, Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi Teknologi DPP PKB Iman Syukri pun mendorong pengambilalihan 51 saham BCA guna menyelematkan uang negara.
“Pengambilalihan harus sesegera mungkin dilakukan untuk menyelamatkan uang negara. PKB mendukung penuh usulan agar Presiden Prabowo mengambil alih 51 persen saham BCA,” ujarnya Senin, 18 Agustus 2025.
“Pengambilalihan saham BCA harus dengan segera dilakukan untuk menyelamatkan uang negara. Jangan sampai bangsa ini terus menerus dipermainkan,” kata Iman.
Iman Syukri menambahkan, pengambilalihan saham BCA tidak memerlukan dana tambahan ataupun suntikan dana. Pada dasarnya, pemerintah sudah memiliki 51 persen saham BCA dari megaproyek BLBI.
“Pemerintah sudah menyuntikkan dana ke BCA. Saham yang sejatinya milik pemerintah ini yang harus diambil,” ujar anggota Komisi XIII DPR RI 2024-2029 itu.
“Jika Presiden Prabowo mau menuntaskan masalah ini, persoalan keuangan negara yang sedang seret bisa teratasi. Memang perlu ide yang out of the box. Saya kira ide seperti ini sudah dimiliki Presiden Prabowo,” kata Iman Syukri lagi.
Dia mengatakan bahwa dana yang digunakan pemerintah untuk menyuntik BLBI adalah dana rakyat.
Sebelumnya, ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Sasmito Hadinegoro, juga mendorong Presiden Prabowo untuk segera menyelamatkan uang negara yang terkait dengan skandal BLBI.
Salah satu langkah yang diusulkan Sasmito adalah mengambil alih kembali 51 persen saham BCA.
“Angin kencang beberapa kali telah kita tiupkan untuk mengusut kembali kasus BLBI BCA. Pemerintah punya hak untuk mengambil kembali 51 persen saham BCA, tanpa harus bayar,” ujar Sasmito yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Selasa 12 Agustus 2025.
Sasmito menduga terdapat rekayasa dalam proses akuisisi saham mayoritas BCA oleh Djarum Group pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
“Pada waktu itu, pada Desember 2002, nilai sahamnya (BCA) Rp117 triliun. Dalam catatan, BCA mempunyai utang ke negara Rp60 triliun, diangsur Rp7 triliun setiap tahunnya,” ungkap Sasmito.
Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan salah satu skandal keuangan terbesar dalam sejarah Indonesia.
Skandal ini terjadi saat krisis moneter 1997–1998, ketika pemerintah menggelontorkan dana talangan untuk menyelamatkan perbankan yang kolaps.
Dalam praktiknya, dana yang jumlahnya mencapai ratusan triliun rupiah itu banyak disalahgunakan, sehingga mengakibatkan kerugian besar bagi negara. Hingga kini, sebagian besar dana BLBI masih belum kembali.
BCA menjadi salah satu bank yang mendapat suntikan dana BLBI.
Namun, dalam proses berikutnya, saham mayoritas bank tersebut jatuh ke tangan Djarum Group yang dimiliki oleh keluarga Hartono, salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia.