Jelas, Ada Persoalan Antara Gibran dan AHY

Image 3
Wapres Gibran Rakabuming Raka tak berjabatan tangan dengan Menko Infrastruktur AHY dalam upacara TNI di Batujajar, Jawa Barat, 10 Agustus 2025.

Jakarta, MNID. Dilihat dari bahasa tubuh maka terlihat ada ketegangan politik antara Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka dengan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Hal itu terlihat dalam Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Pusdiklatpassus Kopassus, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu, 8 Agustus 2025. 

Wapres Gibran terlihat menghindari berjabat tangan dengan AHY.

Adapun momen terjadi saat Wapres Gibran tiba di tempat acara. Saat melihat kedatangan Gibran, AHY yang duduk di bangku undangan VIP langsung berdiri menyambut kehadiran Gibran.

Namun, alih-alih membalas dengan salam, Gibran hanya memberi salam namaste sambil mengangguk singkat.

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, menilai, gestur tersebut bukan sekadar sikap pribadi, melainkan bagian dari ketegangan politik yang lebih besar.

Menurut Muslim, peristiwa tersebut menunukkan babak baru rivalitas Geng Solo yang merujuk pada lingkaran politik dekat figur-figur dari Solo, termasuk Gibran dan ayahnya, mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Geng Pacitan, yang diidentikkan dengan keluarga mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Ini bukan sekadar masalah pribadi Gibran dan AHY. Ada dinamika politik yang menguat, terutama pasca Pemilu 2024 dan menjelang konsolidasi kekuasaan pemerintahan Prabowo-Gibran," kata Muslim Arbi, Minggu (10/8/2025).

Muslim menilai, dalam politik, bahasa tubuh kadang lebih tajam daripada pernyataan lisan.


Jadi, kata Muslim, sikap Gibran yang memilih tidak berjabat tangan merupakan simbol jarak politik yang semakin nyata.

"Gibran sedang mengirim pesan bahwa hubungan politiknya dengan AHY berada pada titik dingin. Ini bisa dibaca sebagai sinyal kepada Demokrat bahwa tidak semua pintu terbuka lebar di kabinet atau lingkar kekuasaan," jelas Muslim dikutip dari Kantor Berita RMOL.

Menurut Muslim, ketegangan tersebut akan berdampak pada stabilitas koalisi pendukung Prabowo-Gibran. "Demokrat bisa menggalang kekuatan agar Gibran dimakzulkan," kata Muslim.

Namun, Muslim mengatakan, politik Indonesia dinamis. Gestur dingin Gibran bisa saja hanya menjadi strategi sesaat untuk menunjukkan posisi tawar, yang kelak bisa mencair bila ada kesepakatan politik di belakang layar.

Muslim mengingatkan, rivalitas Geng Solo vs Geng Pacitan punya akar sejarah yang lebih panjang yakni sejak masa pemerintahan Jokowi dan kini diperpanjang melalui Gibran tidak selalu harmonis.

"Pernah ada momen hangat tapi juga ada persaingan pengaruh. Terutama dalam memperebutkan narasi pembangunan dan basis dukungan publik," kata Muslim.

Muslim memprdiksi beberapa waktu ke depan nantinya publik akan sering melihat adu pengaruh antara geng Solo vs Geng Pacitan, baik di ruang kebijakan maupun dalam memperebutkan figur strategis di lembaga negara.

"Kalau tensinya terus naik, jangan kaget kalau dalam beberapa bulan ke depan, kita melihat konstelasi politik yang berbeda dari yang dibayangkan pasca pemilu kemarin," pungkas Muslim.

 

Berita Terkait

Berita Lainnya