Suryadi: Nilai-nilai Perjuangan Mahasiswa di Tahun 1989 Tetap Relevan

Image 3
Diskusi yang diselenggarakan Yayasan 5 Agustus untuk mengenang "Peristiwa 5 Agustus 1989".

Jakarta, MNID. Peneliti sosial Suryadi A Radjab mengingatkan, bahwa nilai perjuangan gerakan mahasiswa saat rezim Orde Baru adalah kerakyatan atau pembelaan terhadap nasib rakyat yang menjadi korban pembangunan era Soeharto.

Hal ini dikatakannya, dalam acara refleksi dan peringatan peristiwa perlawanan mahasiswa terhadap rezim Orde Baru, yang dikenal sebagai Peristiwa 5 Agustus 1989.

Namun ironisnya, menurut dia, saat ini ketika para pemimpin gerakan mahasiswa tersebut sudah berkiprah di panggung politik nasional, nilai-nilai kerakyatan tampak sudah luntur.

“Salah satu indikasinya, tak ada partai politik sekarang yang benar-benar membawa agenda kerakyatan,” kata Suryadi dalam keterangannya, Rabu, 6 Agustus 2025.

Kegiatan refleksi dan peringatan Peristiwa 5 Agustus 1989 ini diselenggarakan Yayasan 5 Agustus dan dihadiri puluhan aktivis mahasiswa era 80 dan 90-an dari berbagai kampus di seluruh Indonesia.

Peristiwa 5 Agustus 1989 adalah demonstrasi mahasiswa ITB saat kehadiran Menteri Dalam Negeri Rudini di kampus tersebut yang berujung penangkapan terhadap 11 mahasiswa ITB serta pengadilan terhadap 6 orang di antaranya.

Peristiwa 5 Agustus 1989 merupakan salah satu peristiwa yang ikut meradikalisasi gerakan mahasiswa di era Orde Baru sampai kemudian berhasil menjatuhkan rezim Soeharto saat Reformasi 1998.

Suryadi mengingatkan ketimpangan pembangunan saat ini di mana, menurut data Bank Dunia, sekitar 170 juta rakyat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.

“Kenyataan ini menjadikan nilai-nilai perjuangan para mahasiswa di tahun 1989 tetap relevan,” tandasnya.

Dalam acara refleksi ini, Hotasi Nababan, salah seorang aktivis era 80-an yang menjadi salah satu pemantik diskusi mengingatkan bagaimana peristiwa di ITB ikut menginspirasi konsolidasi gerakan mahasiswa di era 90-an. Konsolidasi lintas kampus ini menjadikan gerakan mahasiswa semakin kuat dan berbuah di tahun 1998.

Dari pengalaman tersebut, Hotasi mengajak aktivis 80 dan 90-an untuk merefleksikan kejadian 36 tahun lalu terhadap kondisi bangsa saat ini. Bagaimana konsistensi membela nasib rakyat dapat terus mewarnai kiprah para aktivis hingga sekarang.

Hotasi juga mengajak para aktivis ikut mengisi pembangunan sekarang ini dengan cita-cita gerakan mahasiswa, yang berpihak kepada rakyat.

“Aktivis harus mampu menguatkan civil society dan menyingkirkan para penumpang gelap yang sudah membajak dan melencengkan arah reformasi,” sebutnya.

Dono Prasetyo, aktivis mahasiswa 80-an dari Salatiga mengingat bagaimana Peristiwa 5 Agustus 1989 di ITB ikut berpengaruh terhadap gerakan mahasiswa di kampus-kampus lain di seluruh Indonesia.

Menurutnya, kondisi sekarang ini perlu diwaspadai karena ada indikasi kondisi di tahun-tahun 1980-an justru akan kembali dengan menguatnya peran militer.

Berita Terkait

Berita Lainnya