Oleh: Dr Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen (2014-2019) dan Anggota Dewan Pakar DPP Nasdem
PERNYATAAN Hasyim Djojohadikusumo tentang pembangunan Energi Baru Dan Terbarukan (EBT) sangat menarik perhatian publik. Karena beliau adalah adik Presiden Prabowo Subianto sekaligus Utusan Khusus Presiden bidang Energi dan Lingkungan Hidup. Pernyataan beliau telah membawa angin segar bagi masa depan Energi Bersih ramah lingkungan bebas emisi karbon CO2, pollutants dan debu. Kita ketahui bahwa DPRRI selama bertahun-tahun membahas Rancangan UU EBT yg hingga hari ini BELUM juga terwujud.
Lebih khusus energi nuklir yang termasuk Energi Baru, sudah dicita-citakan untuk dibangun di Indonesia oleh Presiden Soekarno pada tahun 1950an ketika beliau diundang oleh Pemerintah Uni Sovyet menghadiri Peresmian PLTN di pinggir Kota Moscow tahun 1950an.
Kemudian Pemerintah menyiapkan SDM-nya dengan membuka studi nuklir di ITB dan UGM. Tahun 1958 Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dibentuk, diikuti dengan membangun Reaktor Listrik Nuklir Experiment di Serpong, Bandung dan Yogyakarta.
Namun hingga BATAN dibubarkan dan digabung ke BRIN, satu bijipun Pembangkit LIstrik Tenaga Nuklir (PLTN) komersial yang listriknya dimanfaatkan oleh rakyat dan dunia usaha, belum juga dibangun. Padahal DPRRI periode 2014-2019 bersama Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar sudah meratifikasi Paris Agreement on Climate Change menjadi UU No.16/2016.
Teknologi PLTN terus berkembang menjadi lebih aman, biaya produksi listriknya (LCOE) menjadi lebih murah, sangat kompetitif dengan listrik Dari PLTU Batubara. Listrik dari PLTN bersifat nNon-intermitten bisa nyala non stop 24 jam tanpa membutuhkan energy storage yang mahal seperti energi surya, energi angin, hidro dll. Sehingga listrik dari PLTN bisa menopang industrialisasi dan hilirisasi tambang mineral menjadi lebih efsien.
Mulai dari kegiatan penambangan di hulu, diikuti dengan kegiatan smelter yang mengolah hasil tambang yang bekerja non stop 24 jam hingga kegiatan pabrik/industri hilir yang mengolah output smelter menjadi produk final siap pakai dan siap diekspor yang juga beroperasi non stop 24 jam.
Selain secara geologis, negara kita dikaruniai oleh Yang Maha Kuasa kekayaan sumber Daya alam bahan bakar energi nuklir yang berupa uranium dan thorium.
Hampir semua dari sekitar 50 negara yang tergolong negara industri maju, saat ini sudah memanfaatkan listrik dari PLTN.
Sehingga sangat tepat apabila Presiden Prabowo Subianto memproklamirkan lahirnya industri nuklir terintegrasi hulu hilir di tanah air. Dengan memanfaatkan dan menyempurnakan lembaga nuklir negara yang sudah ada seperti Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) agar proses investasi PLTN bersifat investor friendly, tidak dipersulit. Industri nuklir akan menciptakan banyak lapangan kerja baru dari berbagai disiplin ilmu. Indonesia menjadi negara industri maju semakin cerah dan optimis tercapai.
Kalau tidak segera melahirkan industri nuklir di tanah air, kita semakin tertinggal jauh dari China. Padahal pada tahun 1980 ketika sektor migas menjadi sumber utama penerimaan APBN dan penerimaan devisa hasil ekspor, ekonomi Indonesia lebih baik dari ekonomi China.
Bahkan sekarang China akan melangkah lebih jauh lagi. China berencana untuk menggunakan energi nuklir berbasis thorium sebagai bahan bakar untuk transportasi kapal laut niaga menggantikan BBM yang selama ini menjadi energi penggerak semua kapal laut sipildi seluruh dunia dan juga di Indonesia.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kita dukung penggunaan energi nuklir berbasis thorium untuk Angkutan Laut sipil di negara kita ke depan.
Sehingga cita-cita untuk menjadi negara industri maju berpendapatan tinggi semakin optimis dan bersinar serta rasional, bukan mimpi kosong.