Jenewa, MNID. Delegasi buruh Indonesia membawa isu strategis mengenai dinamika ketenagakerjaan pada Konferensi Buruh Internasional (ILC) ke-113 di Jenewa, Swiss, Senin.
“Ini bukan sekadar perjalanan seremonial, melainkan momentum penting untuk menunjukkan bahwa kaum pekerja Indonesia memiliki posisi, pandangan, dan strategi dalam menghadapi masa depan dunia kerja global yang makin menantang,” kata pemimpin delegasi buruh Indonesia sekaligus Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat.
Konferensi yang diselenggarakan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO) selama dua pekan ini mengangkat tiga isu utama yang menjadi perhatian dunia yakni bahaya biologis di tempat kerja, pekerja platform digital, dan formalisasi pekerja informal.
Ketiganya bukan sekadar topik global tetapi mencerminkan realitas yang sangat dekat dengan kehidupan para pekerja di Indonesia.
Jumhur mengatakan, isu bahaya biologis sangat relevan dengan kondisi pekerja Indonesia, terutama di sektor kesehatan, pertanian, peternakan, dan perkebunan.
Di sektor-sektor ini, pekerja masih dihadapkan pada risiko paparan zat berbahaya tanpa perlindungan yang memadai.
“Sementara itu, pekerja platform digital seperti pengemudi ojek daring dan kurir aplikasi menghadapi tantangan baru yang belum dijawab secara tuntas oleh kebijakan nasional,” ujar Jumhur seperti dikutip dari Antara.
“Dunia sedang bergerak ke arah digital, tapi kerangka hukum dan perlindungan buruh tertinggal jauh. Di sinilah perlunya keberanian untuk menyusun regulasi baru yang adil, adaptif, dan tidak berat sebelah,” imbuhnya.
Sementara, terkait isu formalisasi pekerja informal, Jumhur menilai saat ini banyak pekerja formal Indonesia malah terdorong ke sektor informal akibat sistem kerja kontrak jangka pendek, outsourcing, dan lemahnya perlindungan terhadap keberlangsungan pekerjaan.
Adapun ILC kali ini menjadi ruang strategis untuk menyuarakan koreksi atas arah kebijakan tersebut dan mendorong negara kembali kepada mandat konstitusi.
“Jenewa menjadi arena penting di mana buruh tidak hanya menuntut, tetapi juga menawarkan pandangan, menjadi bagian dari solusi,” kata Jumhur.
Partisipasi aktif Indonesia dalam forum ini, lanjutnya, menjadi cermin bahwa dunia kerja Indonesia tidak diam menghadapi tantangan.
“Dengan partisipasi yang kuat, delegasi buruh Indonesia diharapkan pulang dengan bukan hanya membawa hasil diskusi, tetapi juga semangat baru untuk memperkuat gerakan buruh dalam negeri, mengadvokasi kebijakan yang berpihak, dan membangun sistem ketenagakerjaan yang berakar pada keadilan sosial dan keberlanjutan,” ujarnya.