MUI Akui Pertemuan Prabowo dan Li Qiang Bernilai Penting

Image 3
Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri RRC Li Qiang, Minggu, 25 Mei 2025.

Jakarta, MNID. Kunjungan Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok Li Qiang ke Jakarta dan pertemuannya dengan Presiden Prabowo Subianto hari Minggu kemarin, 25 Mei 2025, dinilai sangat penting di tengah situasi global. Khusunya terkait dengan keadaan Gaza yang semakin buruk akibat dari agresi militer yang membabi buta Israel dan didukung oleh Amerika.

Demikian antara lain disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim, dalam keterangan kepada redaksi MNID, Senin, 26 Mei 2025.

“Baik Israel dan Amerika sama-sama tidak peduli dan bahkan  melawan hukum internasional. Persekongkolan jahat ini tidak saja menimbulkan krisis kemanusiaan akan tetapi juga mengancam stabilitas dan perdamaian global,” ujar Sudarnoto.

Dia menggarisbawahi, Tiongkok bersaa Indonesia dan banyak negara lain telah memperlihatkan dukungan dan empati kepada Palestina, serta mendesak Israel dan Amerika menghentikan serangan brutal di Palestina.

“Bersama Indonesia dan negara negara cinta damai dan kemanusiaan China perlu menghentikan agresi Israel, dan menghentikan sikap hegemonik imperialistik Israel-Amerika,” sambungnya.

Di mata Sudarnoto, Tiongkok berpeluang menjadi pemain utama ekonomi, politik dan militer global, serta cukup ditakuti Amerika. Demi kemanusiaan, perdamaian, dan keberlangsungan peradaban luhur dunia, Tiongkok dan negara-negara yang cinta perdamaian harus belajar dengan baik dari kegagalan Amerika.

Selain itu, Sudarnoto menilai, kerja sama Indonesia dan Tiongkok haruslah dibingkai dengan spirit kesederajatan, perdamaian, keadilan,  kemanusiaan, kedaulatan, dan kemaslahatan dua negara dan negara-negara di dunia.

“Atas dasar itu, maka perlu ada keyakinan bahwa kerjsama Indonesia-China ini juga meliputi prinsip-prinsip penegakan HAM dan tentu perlindungan terhadap umat Islam di manapun di wilayah China,” masih katanya.

“Seiring dengan pertumbuhan gerakan Islamofobia, maka China ke depan juga perlu tampil sebsgai negara yang anti Islamofobia, anti diskriminasi dan anti  rasisme-rasialisme sebagamana yang terjadi di Amerika,” demikian Sudarnoto.  

 

Berita Terkait

Berita Lainnya