Jakarta, MNID. Town Hall Meeting Danantara hari Senin kemarin, 28 April 2025, masih jadi pembicaraan. Terutama terkait permintaan pembawa acara agar wartawan meninggalkan ruangan sebelum Presiden Prabowo Subianto memberikan sambutan.
Tidak sedikit yang mengkritik hal itu dan menilainya sebagai upaya untuk menutup-nutupi informasi publik.
Namun, menurut Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa, permintaan itu tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan menutup akses pers terhadap informasi yang perlu diketahui publik.
“Permintaan agar wartawan keluar ruangan saat Presiden berbicara bukan berarti menutup informasi publik,” kata Teguh Santosa menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Rabu, 30 April.
JMSI adalah organisasi perusahaan pers yang merupakan konstituen Dewan Pers.
Dalam Town Hall Meeting itu, wartawan sempat menonton film pencapaian pemerintah dalam enam bulan pertama dan menyimak sambutan dari CEO Danantara sekaligus Menteri Investasi Rosan Roeslani. Namun sesaat sebelum Prabowo berbicara, awak media diminta meninggalkan ruangan.
Dalam penjelasan usai acara, Prabowo menyebut langkah itu diambil karena ia ingin menegur langsung para direksi. “Saya banyak negur juga direksi-direksi, enggak enak kan ditunggu di depan kalian,” ujarnya kepada wartawan.
Meski demikian, Prabowo tetap memberikan penjelasan umum. Ia menyebut Danantara sebagai kekayaan bangsa yang harus dikelola dengan sistem transparan dan profesional. Bahkan, menurut Prabowo, aset Danantara bisa tembus 1 triliun dolar AS jika dikelola benar.
Lebih lanjut, Prabowo memerintahkan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh direksi BUMN, mulai dari kinerja, prestasi, hingga akhlak.
“Kalau tidak profesional, malas, menyalahgunakan wewenang, harus diganti. Jangan pilih berdasarkan suku, agama, atau partai politik,” tegasnya.
Menurut Teguh Santosa, kontrol komunikasi wajar dilakukan pemerintah agar informasi tersampaikan secara jelas dan terukur. Namun di sisi lain, ia mengingatkan bahwa pers tetap punya tanggung jawab menggali informasi lebih dalam pasca acara.
“Itu menjadi kewajiban media. Bahkan harus ditindaklanjuti dengan investigasi dan pengecekan terhadap BUMN yang dinilai bermasalah,” ujar Teguh yang juga wartawan senior ini.
Lebih lanjut Teguh mengatakan, pernyataan Prabowo menjadi sinyal bahwa ada banyak hal yang perlu ditelusuri. Wartawan tetap berhak bertanya: siapa saja yang dievaluasi, apa catatan buruknya, dan sejauh mana koreksi dilakukan?
Di sinilah peran penting media sebagai pengawas publik terus relevan. Meski pintu rapat sempat ditutup, agenda transparansi tak boleh ikut tertutup.
“Informasi akurat tentang itu dapat diperoleh dari banyak sumber. Tidak hanya dari sosok presiden,” kata Teguh.