Dunia Sedang Dilanda Gelombang VUCA, Revisi UU TNI dan Penambahan Kodam Berbahaya

Image 3
Ilustrasi

Bukan hanya mengganggu agenda reformasi militer di tanah air, wacana penambahan Komando Daerah Militer (Kodam) di 38 provinsi dan revisi UU TNI dinilai berbahaya di tengah dunia yang sedang dilanda gelombang VUCA, atau volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity.

Menurut SETARA Institute, kedua wacana itu memperlihatkan keinginan militer untuk kembali memperluas peran di ranah sipil.

Dalam konteks revisi UU TNI, hal ini terlihat dari wacana perluasan cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) pada Pasal 7 ayat (2) dan jabatan sipil bagi prajurit aktif pada Pasal 47 ayat (2).

Sementara dalam hal penambahan Kodam terlihat dalam keinginan membentuk struktur TNI mengikuti struktur administrasi pemerintahan hingga ke daerah. Ini bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) UU TNI, sebagaimana dijelaskan pada bagian penjelasannya.

Dalam situasi global yang sedang sangat dinamis, tidak menentu, kompleks, dan ambigu, seharusnya TNI lebih mengutamakan orientasi ke luar atau outward looking dalam paradigma pertahanan negara.

“Wacana revisi UU TNI dan penambahan Kodam bukan hanya belum memperlihatkan urgensi pelaksanaannya, tetapi juga seakan memperlihatkan minimnya visi dan desain modernisasi pertahanan dalam menjawab tantangan kondisi global. Basis argumen yang disampaikan ke publik pun tidak relevan antara tujuan dan implementasi, yakni penguatan pertahanan menghadapi ancaman, tetapi dengan cara perluasan peran militer di ranah sipil,” tulis SETARA Institute dalam keterangannya.

Dalam situasi damai sekalipun, meskipun dinamika ancaman semakin berkembang, seharusnya penguatan pertahanan dilakukan dengan cara-cara yang modern, di antaranya melalui pemanfaatan teknologi pertahanan, bukan dengan pengulangan cara-cara konvensional. Selain itu, akan lebih efektif juga jika penempatan Kodam difokuskan di daerah perbatasan maupun terluar guna memastikan pertahanan dan kedaulatan negara.

“Mengingat dinamika global dan ancaman pertahanan dari luar yang semakin berkembang, Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU sebagaimana amanat Konstitusi semestinya mendorong agar TNI memperkuat kapasitas prajurit maupun kelembagaan, baik dengan penguatan alutsista, penguatan skill tempur prajurit, latihan militer gabungan, update teknologi untuk penguatan pertahanan, hingga peningkatan kesejahteraan prajurit,” demikian SETARA Institute.

TNI

Berita Terkait

Berita Lainnya