Oleh: Azmi Syahputra, Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti
DELAPAN puluh tahun merdeka, Indonesia telah berdiri tegak menorehkan jejak panjang di panggung sejarah, namun praktik penegakan hukum masih sering berdiri pincang. Kemerdekaan secara politik telah kita rebut, namun kemerdekaan hukum masih jadi janji yang tertunda?
Hukum kadang bersuara lantang di hadapan rakyat kecil, namun berbisik lirih di hadapan penguasa. Ia gesit saat menjerat pelaku pencuri ayam, tapi ragu ketika menghadapi pencuri anggaran. Tajam menghukum rakyat kecil, tetapi tumpul ketika berhadapan dengan kuasa dan harta. Di titik inilah, kita harus kembali belajar dan menata tegas hukum, sebab penegakan hukum belum sepenuhnya merdeka.
Kemerdekaan hukum bukan sekadar hadirnya undang-undang, tapi hadirnya keadilan yang bisa dirasakan tanpa memandang status, kekuasaan, atau harta. Hukum yang adil adalah hukum yang melindungi rakyat yang lemah, hukum jadi sarana kesejahteraan bagi sebanyak banyaknya rakyat bukan hanya untuk mengukuhkan segelintir kelompok yang kuat.
Kini, di usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia, kita dipanggil untuk jujur, keinginan luhur menatap wajah hukum itu sendiri, adakah keberanian untuk membersihkan luka korupsi, menutup ruang negosiasi, jual beli di pasar gelap hukum maupun dalam ruang peradilan, serta menghapus bayangan diskriminasi dalam setiap proses lingkaran penegakan hukum.
Kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat tidak lagi takut atau alergi pada hukum, melainkan patuh dan percaya pada hukum, Maka, tugas kita bukan hanya menjaga agar hukum tetap hidup, tapi memastikan ia hidup dengan martabat, Saat itulah hukum benar-benar hidup, dan kemerdekaan Indonesia menyempurnakan makna janji kemerdekaannya.
Delapan puluh tahun merdeka, mari berani lantang berkata: hukum harus berhenti menjadi alat kekuasaan,bukan untuk alat yang menghinati maupun menindas rakyatnya sendiri dan harus kembali menjadi negara hukum yang berdaulat dan sebagai panglima keadilan.”
“Hukum merupakan napas kemerdekaan; bila ia sesak oleh kepentingan, maka bangsa ini kehilangan udara merdekanya.”