Jakarta, MNID. Klausul kerja sama perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat dinilai membuka ruang bagi penyerahan data pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) kepada perusahaan-perusahaan Amerika Serikat.
Menurut peneliti senior dari Indonesian Development Economics and Law Studies (IDEALS), HMU Kurniadi, menyampaikan kritik tajam terhadap hal itu sangat berbahaya dan melanggar prinsip kedaulatan data nasional.
“Pemerintah seharusnya tidak gegabah menyerahkan data pribadi WNI demi insentif perdagangan jangka pendek," tegas Kurniadi, Senin, 28 Juli 2025.
Kurniadi mengatakan, data pribadi warga negara merupakan aset strategis bangsa yang harus dilindungi dengan prinsip kehati-hatian, apalagi di tengah ketegangan geopolitik dan meningkatnya ketergantungan pada platform digital asing.
Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia sudah memiliki regulasi perlindungan data pribadi, yakni UU 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), yang secara eksplisit melarang pengalihan data lintas negara tanpa perlindungan yang setara.
"Jika pemerintah tetap melanjutkan perjanjian ini tanpa revisi, maka bukan hanya melanggar hukum nasional, tapi juga mengkhianati amanat perlindungan hak asasi warga negara di ranah digital," ujar Kurniadi.
IDEALS menyerukan agar pemerintah segera mereview bagian dari kesepakatan perjanjian perdagangan timbal balik yang mengharuskan Indonesia memberikan kepastian hukum transfer data pribadi ke wilayah Amerika Serkat dan Indonesia harus mengakui Amerika Serikat telah menerapkan standar perlindungan data yang memdai dan mendorong negosiasi ulang dengan menempatkan kedaulatan data sebagai prinsip utama.
Kritik ini muncul di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap Amerika Serikat dan Indonesia telah mencapai kesepakatan mengenai kerangka kerja perjanjian perdagangan yang hasilnya impor dari Indonesia dikenakan tarif resiprokal sebesar 19 persen sedangkan impor dari Amerika Serikat dikenakan 0 persen yang mensyaratkan data pribadi warga negara Indonesia bisa ditransfer ke Amerika Serikat.