1 Muharam: Hijrah dari Diam ke Bersuara, dari Pasrah ke Melawan!

Image 3

Oleh: Edy Mulyadi, Wartawan Senior

TAHUN baru Hijriah datang lagi. Sayangnya, ia lebih sering dirayakan dengan euforia. Pawai obor. Doa bersama. Tapi lupa substansi. Lupa makna hijrah. Padahal, kalender Hijriah dimulai dari peristiwa besar: hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah. Bukan sekadar pindah kota. Tapi loncatan strategis menuju peradaban Islam yang menegakkan keadilan.

Hijrah itu keputusan politik. Hijrah adalah strategi dakwah dan revolusi sosial. Nabi SAW membangun masyarakat madani yang berdiri di atas prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Di Madinah, Islam ditegakkan bukan hanya di masjid, tapi juga di pasar, lembaga hukum, pemerintahan, hingga militer. Tak ada ruang bagi kemungkaran berjubah kekuasaan. Tak ada toleransi untuk kezaliman berkedok pembangunan.

Allah SWT mengingatkan kita:

> كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ، تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ، وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ، وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ

“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kalian menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali ‘Imran: 110)

Ayat ini tidak memisahkan antara iman, ibadah, dan aksi sosial. Salat, puasa, hafalan Al-Qur’an, semua itu adalah fondasi utama umat terbaik. Tapi fondasi itu harus menjelma menjadi keberanian menyuruh pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Tanpa keberanian itu, kita hanya membangun menara keimanan di atas tanah pasrah dan ketakutan.

Lihat Indonesia hari ini. Rakyat Rempang digusur. PIK 2 jadi lambang kezaliman elite. Morowali dan Konawe dan sangat banyak daerah lain dikeruk habis oleh korporasi asing. Jokowi, yang mestinya netral, malah cawe-cawe. Prabowo terus dipreteli wibawanya. Menteri dalam negeri seenaknya geser batas wilayah Aceh, Trenggalek dan entah mana lagi. Rakyat kecil, seperti biasa, cuma bisa menangis. Diam. Pasrah.

Kalau umat Islam tetap diam, kita akan dimintai pertanggungjawaban. Rasulullah SAW bersabda:

> وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَأْمُرُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ ٱلْمُنكَرِ، أَوْ لَيُوشِكَنَّ ٱللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِّنْهُ، ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian harus menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, atau Allah akan menimpakan hukuman kepada kalian. Lalu kalian berdoa, tetapi tidak Allah mengabulkan.” (HR Tirmidzi).

Inilah yang kita alami. Kita banyak berdoa. Tapi negeri makin rusak. Korupsi tak berhenti. Hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Kenapa? Karena kita abai. Kita biarkan penguasa berbuat semaunya. Kita lebih takut pada jabatan dan fasilitas daripada murka Allah.

Tahun baru Hijriah seharusnya menjadi momentum muhasabah. Bukan hanya evaluasi pribadi, tapi juga evaluasi sosial-politik. Apa kontribusi kita bagi keadilan? Apa yang sudah kita lakukan untuk melawan kebijakan zalim? Sudahkah kita berdiri bersama rakyat tertindas?

Mari kita ingat peristiwa hijrah. Di saat tekanan begitu berat di Mekkah, Rasulullah SAW tidak menyerah. Ia membangun kekuatan. Nabi menyusun strategi. Dia bergerak. Maka Islam menang. Maka keadilan tegak.

Saatnya kita meneladani itu. Tahun ini, kita hijrah dari diam ke bersuara. Dari pasrah ke melawan. Dari tunduk ke tirani menuju patuh kepada Allah. Amar ma’ruf nahi munkar bukan pilihan. Ia adalah kewajiban. Ia adalah harga diri umat Islam.

Rasulullah SAW bersabda:
> مَنۡ رَأَىٰ مِنكُمۡ مُّنكَرٗا فَلۡيُغَيِّرۡهُ بِيَدِهِۦۖ فَإِن لَّمۡ يَسۡتَطِعۡ فَبِلِسَانِهِۦۖ فَإِن لَّمۡ يَسۡتَطِعۡ فَبِقَلۡبِهِۦۚ وَذَٰلِكَ أَضۡعَفُ ٱلۡإِيمَٰنِ

“Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim)

Bangsa ini tidak akan berubah jika umat Islam tetap lemah imannya. Maka jangan hanya menyalakan obor di malam 1 Muharam. Nyalakan keberanian di dada. Nyalakan semangat untuk menyuarakan kebenaran. Lawan kebatilan, walau sendirian. Demi Allah, diam bukan pilihan!

Tahun baru ini harus menjadi awal perlawanan. Awal kebangkitan. Awal hijrah kita—dari umat yang pasif menjadi umat yang aktif menegakkan keadilan. Allahu Akbar!

Ash-shirathal mustaqim itu bukan jalan sunyi. Ia penuh duri, ancaman, dan luka. Tapi hanya ia yang menyelamatkan.

ISLAM

Berita Terkait

Berita Lainnya