Gibran Dimakzulkan, Peluang AHY dan Puan Terbuka

Image 3
Dari kiri ke kanan: Agus Harimurti Yudhoyono, GIbran Rakabuming Raka, Puan Maharani

Jakarta, MNID. Desakan pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka kembali menguat di tengah berbagai sorotan publik terhadap kapasitas, kapabilitas, dan yang ditunjukkan wapres.

Menurut Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie, ada sejumlah alasan serius yang mendorong purnawirawan TNI mengirim surat kepada DPR dan MPR untuk meminta pemakzulan Gibran.

Dugaan pelanggaran konstitusi, kata Jerry, menjadi dasar paling kuat dalam desakan tersebut.

“Ini bukan isu sembarangan. Ada pelanggaran serius terhadap konstitusi yang jadi sorotan. Dari dugaan rekayasa hukum hingga kontroversi akun-akun digital yang menyerang lawan politik,” kata Jerry, Sabtu, 7 Juni 2025.

Ia juga menyoroti rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ditunjukkan Gibran. Menurut dia, menjadi faktor tambahan dalam wacana pemakzulan.

“Kualitas kepemimpinan dan kapasitas SDM Gibran menjadi kekhawatiran sebagian kalangan. Ini memperkuat alasan politis dan moral untuk dilengserkan,” tambahnya.

“PDIP punya kekuatan besar di parlemen. Jika mereka mengambil langkah tegas, ini bisa menjadi momen PDIP menunjukkan taringnya,” kata Jerry.

Tak hanya PDIP, menurut Jerry, sejumlah partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih juga mulai membuka ruang untuk mengkaji pemakzulan.

Dalam skenario politik yang berkembang, Jerry melihat kemungkinan Gibran akan “dikirim” ke Ibu Kota Negara (IKN) untuk peran seremoni, sementara tugas kenegaraan seperti menjamu tamu negara bisa dialihkan ke tokoh lain.

“Saya melihat nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mulai disebut-sebut. Bahkan Puan Maharani, Ketua DPR saat ini, berpeluang besar jika proses politik mengarah ke sana,” ungkapnya.

Adapun pemakzulan seorang wakil presiden harus melalui mekanisme konstitusional sesuai Pasal 7A UUD 1945.

Di dalamnya disebutkan bahwa presiden atau wapres dapat diberhentikan jika terbukti melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden/wapres.

Namun, Jerry menekankan, proses ini harus didahului dengan pembuktian hukum oleh Mahkamah Konstitusi sebelum DPR bisa mengajukan usulan pemakzulan kepada MPR.

Menariknya, Jerry juga menafsirkan pidato Presiden terpilih Prabowo Subianto saat Hari Lahir Pancasila sebagai sinyal tidak langsung terhadap pelanggaran konstitusi.

“Pernyataan Prabowo yang menyebut pelanggar konstitusi harus mundur atau dicopot, bisa jadi kode keras. Dan menariknya, tak ada satu pun penolakan dari Prabowo terhadap isu pemakzulan Gibran,” ujarnya.

Meski demikian, wacana pemakzulan Gibran masih bersifat spekulatif dan belum memasuki proses resmi di DPR. Namun jika dinamika politik di Senayan berubah, bukan tidak mungkin langkah itu benar-benar terjadi.

 

Berita Terkait

Berita Lainnya