Mencari Siapa Yang Harus Bertanggungjawab Atas Tragedi Kanjuruhan!

Image 3

KEMBALI bangsa ini harus dirundung duka tanpa henti, setelah kenaikan harga-harga yang menghimpit kehidupan rakyat kecil, kini harus menghadapi sebuah peristiwa duka mendalam, rakyat menjadi korban dalam sebuah ajang sepak bola yang semestinya menjadi healing time bagi para pecinta bola.

Kejadian ini menjadi sejarah kelam bagi persepakbolaan di Indonesia. Ini bukan tentang kecurangan dalam permainan, bukan ketidak adilan wasit dan sebagainya. Tapi ini adalah kesalahan yang extra ordinary karena menyebabkan kematian yang luar biasa besar. Tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap reputasi Indonesia dimata internasional.

Penelusuran akar permasalahan tidak cukup dilokalisir ruang lingkupnya hanya di Malang karena ini ada dalam kendali PSSI. Artinya PSSI gagal menciptakan penyelenggaraan sepak bola yang baik. Ini kesempatan untuk evaluasi peran PSSI selama ini, jika PSSI  menjadi sarang mafia yang menyebabkan persepakbolaan Indonesia tidak profesional maka ada baiknya PSSI dibubarkan saja.

Sebagaimana beberapa fakta yang telah diungkap banyak media mengenai siapa yang harus bertanggungjawab.

Jika dilihat dari reaksi penonton yang berusaha keluar berdesak-desakkan sehingga terinjak-injak dan terhimpit tentunya ada trigger yang menyebabkan mereka terburu-buru untuk keluar. Triggernya tentu adalah penembakan gas air mata ke tribun oleh petugas kepolisian. Penembakkan gas air mata ini oleh kepolisian dianggap sudah sesuai prosedur, akan tetapi jika sesuai prosedur kemudian menimbulkan korban jiwa seperti ini tentunya ada persoalan dalam pelaksanaan teknis prosedurnya.  Dan kepolisian dalam hal ini harus bertanggungjawab.

Beginilah jika polisi terburu-buru mengambil tindakan dan terlalu mudah terpancing melakukan ini tanpa pertimbangan yang matang sehingga menimbulkan banyak korban. Harusnya ruang lingkup penanganan masalah dipersempit kepada supporter yang turun kelapangan, bukan dengan menembakan gas air mata ke tribun.

Hingga saat ini banyak pihak yang mempertanyakan jumlah korban sebenarnya karena sampai saat ini sepertinya berubah-ubah, dari mulai 125 korban jiwa yang tanggal 2 Oktober 2022 sebagai jumlah yang dibenarkan oleh Kapolri Jend. Listyo Sigit Prabowo, ada yang menyebut 130, 127, hari ini bertambah lagi hingga lebih dari 180 orang yang masih harus dikonfirmasi kebenarannya.

Yang harus diperhatikan adalah setiap jasad korban harus diperiksa, di autopsi untuk diketahui penyebabnya. Dengan demikian dapat dipastikan penyebab utama dari meninggalnya masing-masing korban. Tidak cukup hanya memberikan santunan karena seolah-olah peristiwa ini selesai hanya dengan cara kekeluargaan sementara penegakkan hukum tidak dilakukan.

Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan event berdarah ini harus ikut bertanggungjawab.

Penulis adalah Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute.

Berita Terkait

Berita Lainnya