Enam Inkonsistensi Pemerintah Terkait Kenaikan BBM

Image 3
Presiden Joko Widodo

PEMERINTAH berulang kali memperlihatkan inkonsisten. Mari kita renungkan beberapa hal ini yang bila disimak alurnya maka yang berhati nurani akan tercengang betapa rusaknya logika pemangku kebijakan saat ini.

Pertama, pemerintah mengeluh tentang jebolnya APBN karena subsidi BBM sehingga hal ini memberikan alasan kepada pemerintah untuk menaikan BBM. Dan itu dianggap jalan satu-satunya untuk menyelamatkan APBN.

Kedua, Kenaikan BBM dilakukan saat harga minyak dunia sedang turun. Ini bertolak belakang dengan nalar publik.

Ketiga, disaat pemerintah mengeluh dengan kondisi subsidi BBM yang membengkak tapi dialihkan dalam bentuk bantalan sosial yang hanya mendongkrak daya beli untuk kurun waktu yang sangat pendek. Dan tidak meng-cover munculnya orang-orang miskin baru akibat masyarakat kelas menengah yang rentan menjadi miskin dan tidak terdata oleh Kemensos.

Keempat, kenaikan BBM jdi biangkerok kemerosotan daya beli masyarakat. Subsidi masih diperlukan untuk mempertahankan harga, dan ini semestinya dijadikan prioritas utama karena jika dilakukan maka pemulihan ekonomi akan balik kebelakang karena masyarakat kembali terpuruk. Tapi tak disangka-sangka proyek infrastruktur Ibu Kota Negara (IKN) yang walaupun penting tapi tidak mendesak atau bisa ditunda malah dijadikan sebagai Proyek Strategis Nasional, padahal IKN adalah wilayah adminsitratif bukan industri yang tentunya mempunyai proyeksi benefit ekonomi yang lemah. Jika proyek IKN yang hanya menguntungkan buat para oligarki lebih diprioritaskan daripada meningkatkan daya beli masyarakat yang masih terpuruk maka bisa disimpulkan betapa buruknya leadership dan logika pemerintah saat ini.

Kelima, disaat subsidi energi membengkak pemerintah suntikan dana PMN ke BUMN. Erick Thohir meminta tambahan PMN untuk BUMN sebesar Rp. 7,88 triliun. Ini jadi terbalik, BUMN yang semestinya jadi penopang APBN malah jadi beban negara.

Keenam, disaat kebijakan kenaikan BBM dan masyarakat banyak yang menderita Erik Tohir akan menaikan gaji karyawan BUMN dengan alasan untuk merespon kenaikan harga BBM dan kinerja dan pendapatan BUMN taun ini dianggap ada peningkatan. Publik bertanya-tanya Jika memang BUMN ada kenaikan pendapatan kenapa minta suntikan dana PMN untuk modal tambahan? Seharusnya jika ada kelebihan pendapatan selayaknya diserahkan sebagai dividen kepada negara sehingga negara bisa mempertahankan harga BBM yang akan dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat, bukan hanya karyawan BUMN saja.

DPR semestinya memainkan peran dan fungsinya sebagai amanah konstitusi untuk memperjuangkan aspirasi rakyat. Tapi sayangnya publik sudah kehilangan harapan dari institusi ini karena yang mereka perjuangkan bukanlah rakyat, tapi partai dan para oligarki. DPR saat ini tidak mempunyai sensitifitas dan empati untuk bisa menterjemahkan keluhan masyarakat.

Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute

Berita Terkait

Berita Lainnya