Saatnya Polri Mendahulukan Tindakan Preemptif dan Preventif

Image 3
Irjen Ferdy Sambo (tengah) dan para ajudannya.

AKHIRNYA kasus Irjen Pol. Ferdy Sambo melebar ke mana-mana.  Syahwat sejumlah pihak yang sejak dulu kontra pada UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia muncul kembali ke permukaan.  Singkatnya mereka menghendaki Polri berada di bawah institusi lain.

Masuk akal, protes keras datang melalui surat terbuka dan tulisan opini dari Irjen Pol (Purn) Drs. Sisno Adiwinoto, MM yang kini menjadi Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia sekaligus Pengamat Kepolisian. 

Secara utuh tulisan bernas beliau yang pernah menjabat Kapolda Sumsel, Kapolda Sulsel, dan Kadiv Humas Polri ini bisa kita baca di Suara Indonesia.com hari ini (28 Agustus 2022) di bawah judul, “Tidak Perlu Diungkit Lagi, Kedudukan Polri di bawah Presiden Sudah Final.”

Bila kita baca dengan saksama, tulisan Pak Sisno Adiwinoto seyogianya jauh dari cukup untuk membuat pihak yang kontra pada UU Nomor 2/2002 berhenti dan malu sendiri. Namun karena melihat para pihak yang kontra sepertinya tetap bersikukuh dengan niat mereka, akhirnya ini yang mendorong Penulis untuk memberi catatan remeh-temeh ini.

Menurut Penulis, masyarakat tidak boleh kita biarkan menjadikan sebuah insiden, seberapa parah dan menghebohkan pun peristiwanya, mengacak-acak sistem dan struktur yang sudah teruji. Saatnya masyarakat kita sadarkan bahwa perkembangan kejahatan dewasa ini berlangsung terstruktur, sistematis, dan masif yang tidak mungkin diatasi dengan melahirkan institusi baru dengan cara trial and error. 

Masyarakat tidak boleh membiarkan Polri menjadi kelinci percobaan dan menjadi “asing” di tengah-tengah bangsanya.

Perkembangan kejahatan sebagai dampak kemajuan teknologi yang pesat membutuhkan Polri yang seyogianya mendahulukan tindakan preemptif dan preventif, yang selama kita taruh di ruang belakang dan anehnya malah menempatkan Divisi Propam Polri berada di beranda depan dan kita beri istilah keren sebagai "polisinya polisi".

Hemat Penulis, idealnya berita “sepak-terjang” Divisi Propam Polri yang garang ini harus kita jadikan lebih sebagai konsumsi internal Polri saja.

Seperti dikemukakan di atas dan menjadi judul tulisan ini, saatnya Polri menomorsatukan tindakan preemptif dan preventif.  Polri dapat melakukan tindakan preemptif dengan menggalakkan kegiatan penyuluhan, sosialisasi, dan komunikasi yang lebih intensif, terutama dengan tokoh-tokoh masyarakat yang berkehendak baik (termasuk tokoh agama) untuk membangun toleransi dan kerjasama lintas suku, agama, ras, dan antargolongan.

Dalam tindakan preventif, Polri dapat melakukannya antara lain dengan patroli 24 jam (termasuk patroli siber) dan kerja-kerja intelijen yang terukur dan prediktif. Tindakan preventif juga dilakukan dengan segera merespon aduan, keluhan, masukan, dan curahan hati masyarakat dengan transparan dan berkeadilan dan kemudian menanganinya secara terintegrasi, modern, mudah, dan cepat. Bila tindakan preemptif dan preventif yang berbiaya murah dan menampakkan wajah Polri yang teduh ini tidak memungkinkan, barulah tindakan represif dilakukan.

Sebagai penutup, mengutamakan tindakan preemptif dan preventif sesungguhnya merupakan wujud orisinal (original intent) dari “Presisi” (akronim dari prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan) yang dicanangkan oleh Kapolri Jenderal Pol Drs Listyo Sigit Prabowo, M. Si sejak menjabat 21 Januari 2021 yang lalu.

Masyarakat harus memberi ruang dan waktu bagi jenderal bintang empat ini untuk membangun Polri yang sesuai dengan idaman kita bersama yang mampu melindungi segenap bangsa untuk memenuhi salah satu dari empat tujuan nasional kita yang termaktub pada alinea keempat pembukaan UUD 1945.

Intinya, Polri tidak boleh lagi kita bawa-bawa ke ranah politik.  Polri tidak boleh kita acak-acak demi syahwat politik kita yang jangan-jangan tanpa kita sadari sebenarnya menjadi agenda terselubung pihak-pihak tertentu yang justru menginginkan pelemahan Polri. 

Menjadikan Polri di bawah institusi lain bisa meruntuhkan martabat Polri, menjauhkannya dari agenda reformasi, dan tanpa sadar membuat batu sandungan untuk Polri bertindak cepat dan tepat sesuai Presisi.  Kasus Sambo jangan membuat kita bertindak reaktif.  Bila kita reaktif, kita justru akan melahirkan Rambo yang bertindak membabi buta seperti pasukan combatan.

Penulis adalah Doktor Penyuluhan Pembangunan dari Institut Pertanian Bogor; dosen Universitas Katolik Santo Thomas

Berita Terkait

Berita Lainnya