Banda Aceh, MNID. Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh membuka daftar perusahaan-perusahaan pertambangan yang beroperasi di Aceh. Berdasarkan data yang dihimpun, terdapat 64 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) mineral dan batu bara yang tersebar di berbagai daerah, dengan total luasan mencapai sekitar 110 ribu hektare.
Kepala Divisi Kebijakan Publik GeRAK Aceh, Fernan, seperti dikutip dari AJNN, menilai aktivitas pertambangan yang masif tersebut berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan dan memperbesar risiko bencana alam. Seperti banjir dan longsor yang belakangan melanda sejumlah daerah di Aceh.
“Bencana yang terjadi harus menjadi pelajaran keras bagi Aceh untuk menata ulang tata kelola sumber daya alam, baik di sektor pertanian, perkebunan, maupun pertambangan. Kerusakan alam yang terus terjadi membuat masyarakat menjadi korban dan menanggung kerugian besar,” kata Fernan di Banda Aceh, Senin, 22 Desember 2025.
Fernan menegaskan, perusahaan-perusahaan tambang tidak boleh hanya menikmati keuntungan dari kekayaan alam Aceh, sementara dampak ekologisnya ditanggung masyarakat. “Perusahaan-perusahaan ini harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan hutan Aceh,” ujarnya.
Berdasarkan data Panitia Khusus (Pansus) Tambang DPRA tahun 2024, Fernan memaparkan penerbitan IUP dilakukan lintas pemerintahan. Pada masa Gubernur Zaini Abdullah (2012–2017) diterbitkan 4 IUP, disusul era Irwandi Yusuf (2017–2018) sebanyak 7 IUP. Pada periode Nova Iriansyah (2018–2022) terbit 10 IUP, Ahmad Marzuki (2022–2024) sebanyak 12 IUP, serta Pj Bustami Hamzah sebanyak 9 IUP.
“Total saat ini ada 64 IUP minerba di Aceh. Sebanyak 28 berstatus operasi produksi dan 36 masih eksplorasi. Di lapangan, sejumlah izin bahkan terindikasi mangkrak,” kata Fernan.
Fernan menyoroti dugaan praktik bisnis portofolio di sektor tambang. Sejak 2014, lembaga ini mengendus indikasi izin tambang digunakan untuk pencitraan nilai saham, jaminan pendanaan melalui lembaga keuangan, hingga dugaan keterlibatan pendanaan luar negeri.
“Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh perlu melakukan proteksi terhadap kedaulatan pengelolaan sumber daya alam. Moratorium dan evaluasi menyeluruh terhadap IUP perlu dilakukan, termasuk menelusuri pemilik izin sebenarnya serta dugaan korupsi dengan modus asuransi pertambangan dan rekayasa saham,” ujar Fernan.
Sejak 2022, GeRAK mencatat sedikitnya 10 IUP berada di dalam kawasan hutan, dengan luas sekitar 30.602 hektare. Pada 2025, jumlah IUP minerba meningkat menjadi 64 dengan luasan total mencapai 110 ribu hektare.
“Ini baru tambang resmi. Belum termasuk tambang-tambang ilegal yang marak hampir di seluruh Aceh,” kata Fernan.
Ia mendesak Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), untuk bersikap tegas menghentikan penerbitan izin tambang baru dan menertibkan aktivitas tambang ilegal. “Jika tidak, kerusakan lingkungan akan terus berulang dan masyarakat kembali menjadi korban bencana,” ujarnya.
Selain itu, GeRAK mencatat sedikitnya delapan lubang tambang terbengkalai yang dibiarkan menganga tanpa reklamasi, antara lain di Aceh Besar (Lhoong), Aceh Barat, Nagan Raya, dan Aceh Selatan.
“Pemerintah Aceh harus mendesak perusahaan-perusahaan yang pernah beroperasi untuk melakukan reklamasi. Jika dibiarkan, ini akan menjadi bom waktu. Jangan sampai ketika bencana terjadi, pemerintah daerah yang harus menanggung akibatnya, sementara perusahaan hanya menikmati keuntungan,” kata Fernan.
Tak hanya sektor tambang, GeRAK juga mengingatkan ancaman pembalakan liar di kawasan hutan Aceh, terutama hutan lindung. Fernan meminta pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat bersama-sama mengawasi praktik ilegal tersebut.
“Masyarakat tidak boleh terus menjadi korban kerusakan alam, sementara segelintir pihak meraup keuntungan. Penegak hukum harus bersikap tegas terhadap pembalak liar, jangan sampai hanya menjadi penonton, apalagi ikut bermain,” ujar Fernan.
Berikut daftar ke-64 pemegang IUP itu:
Aceh Besar:
PT. Piyeung Mining
PT. Lhoong Setia Mining
PT. Samana Citra Agung
PT. Sultan Maju Bersama
PT. Aceh Kiat Beutari
PT. Solusi Bangun Andalas
PT. Solusi Bangun Andalas
PT. Solusi Bangun Andalas
PT. Samana Citra Persada
PT. Adikara Reksa Mitra
PT. Rain Tambang Bersaudara
Pidie:
PT. Samana Citra Agung
PT. Semen Indonesia Aceh
PT. Semen Indonesia Aceh
PT. Mas Putih Indonesia
PT. Serambi Timur Resources
Aceh Barat:
PT. Magellanic Garuda Kencana
Koperasi Putra Putri Aceh
PT. Agrabudi Jasa Bersama
PT. Mifa Bersaudara
PT. Prima Bara Mahadana
PT. Surya Makmur Indonesia
PT. Indonesia Pacific Energy
PT. Nirmala Coal Nusantara
Nagan Raya:
PT. Universal Pratama Sejahtera
PT. Bara Energi Lestari
PT. Mega Multi Cemerlang
PT. Energy Tambang Gemilang
CV. Blang Leumak Raya
Aceh Barat Daya:
PT. Bumi Babahrot
PT. Juya Aceh Mining
PT. Lauser Karya Tambang
PT. Athena Tambang Jaya
PT Abdya Mineral Prima
Aceh Selatan:
Ksu Tiega Manggis
PT. Selatan Aceh Emas
PT. Bersama Sukses Mining
PT. Samasama Praba Denta
PT. Acsel Makmur Alam
PT. Kotajajar Limestone Persada
PT. Kotajajar Lempung Persada
PT. Aceh Bumoe Pusaka
Subussalam:
PT. Estamo Mandiri
PT. Tambang Alam Bersaudara
Singkil:
PT. Singkil Bara Utama
PT. Karya Budidaya Nusantara
PT. Bravo Energi Sentosa
PT. Onetama Kencana Energi
PT. Sumber Energi Sanggaberu
Aceh Tengah:
PT. Pegasus Mineral Nusantara
PT. Draba Mineral Internasional
Gayo Lues:
PT. Rindang Jaya Resources
PT. Buana Alam Sejahtera
Aceh Jaya:
PT. Arita Aceh Sejahtera
PT. Sarana Graha Metropolitan
PT. Mas Putih Aneka Tambang
PT. Longsunindo Perkasa
PT. Mineral Agam Prima
PT. Aceh Jaya Andalan Nusantara
PT. Aceh Jaya Alam Mineral
PT. Alexa Tambang Abadi
PT. Aceh Jaya Baru Utama
Aceh Tamiang:
PT. Tripa Semen Aceh
PT. Tripa Semen Aceh 

