PBB Cirebon Naik 1.000 Persen, Warga Siap Ikuti Langkah Pati

Image 3
Pertemuan Paguyuban Pelangi Cirebon, Selasa, 12 Agustus 2025, di salah satu hotel di Jalan Raya Siliwangi, Kota Cirebon dalam rangka menolak Perda 1/2024 yang menjadi dasar kenaikan PBB sebesar 1.000 persen.

Jakarta, MNID. Setelah Pati, Jawa Tengah, warga Kota Cirebon, Jawa Barat, juga tengah bersiap-siap menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diberlakukan sebesar 1.000 persen. 

Rencana penolakan itu dibahas dalam pertemuan Paguyuban Pelangi Cirebon, Selasa, 12 Agustus 2025 di salah satu hotel di Jalan Raya Siliwangi, Kota Cirebon. Mereka menolak Perda 1/2024 yang menjadi dasar kenaikan tersebut.

Koordinator Paguyuban Pelangi, Hendrawan Rizal, mengatakan berdasarkan pengalaman pribadinya, sebelum kenaikan PBB dia membayar sebesar Rp 6,4 juta. Namun setelah PBB naik, dia harus membayar Rp 63 juta.

‎‎“Kami harap Bapak Wali Kota yang sekarang dapat menyelesaikan masalah ini yang diwariskan dari pemerintahan sebelumnya,” kata Hendrawan, Rabu, 13 Agustus 2025.

Dalam pertemuan, Paguyuban Pelangi Cirebon menyepakati enam hal sebagai berikut:

1. Pembatalan Perda No. 1 Tahun 2024 dan pengembalian tarif PBB seperti tahun 2023.

2. Penurunan pejabat Pemkot Cirebon yang dianggap bertanggung jawab atas terbitnya PBB tahun 2024-2025.

3. Wali Kota diminta memberikan tindakan nyata dalam waktu satu bulan. Jika tidak, warga akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran.

4. Pemerintah diminta tidak menjadikan pajak sebagai komponen utama Pendapatan Asli Daerah (PAD), melainkan mencari sumber pendapatan lain dan mengefisienkan anggaran.

Paguyuban Pelangi Cirebon memberi tenggat waktu satu bulan kepada Wali Kota untuk merespons tuntutan mereka. Jika tidak ada tindakan konkret, aksi unjuk rasa dalam skala besar akan digelar dalam waktu dekat.

Juru bicara Paguyuban Pelangi, Hetta Mahendrati Latu Meten, menyebut jangan sampai kenaikan PBB hingga 1.000 persen justru membuat rakyat malah terlilit utang.

‎“Jangan sampai masyarakat menjual barang atau berutang hanya untuk membayar PBB. Ini bisa menjerumuskan rakyat ke jurang kemiskinan,” ucap Hetta.

‎Ia juga mengungkapkan bahwa perjuangan warga Cirebon terinspirasi dari warga Pati, Jawa Tengah, yang berhasil membatalkan kenaikan PBB sebesar 250 persen.

‎“Kalau warga Pati bisa, mengapa kita tidak? Kenaikan di sini justru 1.000 persen. Ini gila. Kita ajak semua masyarakat untuk bergerak,” kata Hetta.

Kepada kumparan, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Cirebon H. Mastara. Namun dia mengatakan akan memberikan penjelasan nanti.

“Nanti ya saya jelasin,” katanya.

Berita Terkait

Berita Lainnya