Oleh: Zarman Syah, Waketum Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial
POLEMIK soal hunian untuk rakyat dengan subsidi, seakan ditepis Menteri Perumahan dan Pemukiman (PKP) Maruar “Ara” Sirait.
“Jangan benturkan saya dengan Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo,” begitu sanggahnya seakan melepas beban.
Padahal, ia sendiri yang memicunya. Sungguh, bak lempar batu sembunyi tangan. Memukul air di dulang, terpercik muka sendiri.
Api polemik justru tersulut lewat munculnya Surat Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025. Di SK tertera luas bangunan minimal untuk rumah subsidi adalah 18 meter persegi. Dan yang maksimal adalah 36 meter persegi. Untuk luas tanah minimalnya 25 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi.
Entah mengapa, SK yang beredar nomornya sengaja dihapus. “Baru draft,” sergahnya. Meskipun draft, mengapa harus keluar ke publik. Mal administratif.
Bagi yang paham dalam seluk-beluk SK perubahanpun, semakin tidak paham dengan dalih Maruarar Sirait itu hanya draft belaka. Pasalnya, kesemuanya sudah sangat gamblang pada Surat Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023.
Tercantum, bahwa luas bangunan rumah subsidi minimal 21 meter persegi. Ukuran maksimalnya adalah 36 meter persegi. Juga soal luas tanah minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Inilah yang hendak dirombaknya tanpa musyawarah.
Pantas saja Hashim selaku Ketua Satgas Perumahan sontak angkat bicara. Tidak setuju. Dia tidak pernah dihubungi apalagi dilibatkan untuk draft isi SK perubahan tersebut.
Bila jujur, tanyakan kepada ratusan ribu mereka yang akan menghuninya, pasti berpendapat serupa. Bukan hanya tidak manusiawi, namun bertentangan dengan prinsip-prinsip kesejahteraan rakyat yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto.
Sebenarnya arahan Presiden sungguh gamblang. Tak perlu ada lagi perubahan. Yakni, pemerintah harus memberikan rumah bersubsidi yang layak dan sehat bagi rakyat miskin dan tidak mampu. Ukuran ideal paling kecil adalah 36 meter persegi perkeluarga. Itupun bahkan telah diturunkan dari saran Bank Dunia dan WHO dengan standard 40 meter persegi per keluarga.
Belum lagi soal keamanan bahan bangunan yang digunakan serta tata letak dengan panduan Kesehatan Masyarakat. Termasuk juga soal Pelaksanaan Kredit Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan nantinya.
Sebenarnya Ara bukanlah orang baru di dunia ini. Ia selama tiga periode duduk di DPR mewakili fraksi PDI Perjuangan. Tentu saja telah sarat akan pengalaman dan juga wawasan. Bekal inilah yang seharusnya ia pupuk dan kembangkan sehingga tidak terjeblos pada polemik yang ia gali sendiri. Apalagi pada persoalan yang kelak membawa Citra Pemerintah Presiden Prabowo.
Ia pula yang pernah menggalang sejumlah aktivis Partai Golkar dan HMI untuk mendapuk Akbar Tanjung sebagai sosok legend pada forum Aktivis Nasional (FAN) “Tribute to Akbar Tandjung”, di Gedung MPR RI, 2024 lalu. Ada Bursah Zarnubi, Bupati Lahat saat ini, Angelius Wake Kako, Bambang Soesatyo dan beberapa lagi hadir di perhelatan tersebut.
Tentu juga ia berbeda dengan aktivis lainnya yang seringkali hidup pas-pasan. Sehingga tidak pula mampu menerjemahkan tekad Presiden Prabowo untuk mewujudkan Indonesia Emas sesegera mungkin.
Padahal soal Rumah Rakyat bersubsidi adalah soal yang sangat amat sederhana. Hanya memperhatikan tiga hal utama yang telah menjadi acuan pedoman kesejahteraan rakyat. Yakni, pertama adalah bangunan rumah yang membuat penghuninya sehat lahir dan bathin. Kemudian suasana rumah yang mampu mengembangkan nilai-nilai serta norma-norma pendidikan berkualitas bagi penghuninya. Terakhir, adalah rumah yang memberi kecukupan bagi penghuninya untuk mempersiapkan sandang, pangan serta beribadah bersama keluarga.
Saya jadi teringat kata-kata Ketua Dewan Direktur GREAT Institute Syahganda Nainggolan, ketika berdebat soal mereka-mereka yang mampu menerjemahkan dan mewujudkan program-program Presiden Prabowo.
Ditegaskannya bahwa hanya yang memiliki kesamaan visi misi ideologis sosialis sajalah yang tanggap dan mampu menerawang kehendak Prabowo.
Tampaknya, ada benarnya juga. Wallahu alam bi sawab.