Operasional Komersial PLTGU Jawa Satu Molor Banget, Ini Kontradiksinya

Image 3
Ilustrasi/Net

Sampai kini belum ada kepastian kapan waktu operasi komersial atau Commercial Operation Date (COD) Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa-1 yang memiliki kapasitas 1760 Mega Watt (MW). Dikhawatirkan COD ini akan semakin molor.

 

Proyek PLTGU Jawa-1 yang terletak di Desa Cilamaya, Kabupaten Kerawang, Jawa Barat, menghabiskan investasi 1,75 miliar dolar AS atau setara Rp 28 triliun. Proyek ini awalnya akan dijadikan model pembangkit energi bersih yang paling efisien. PLN mematok harga tarif listriknya sebesar 5,336 sen dolar AS per KWH.

“Selain ketidakpastian komersial akan membuat posisi keekonomian proyek ini jatuh ke zona merah yang berbahaya, yaitu IRR (Internal Rate of Return) di bawah 6 persen,” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman.

Yusri menyoroti kontradiksi pernyataan jadwal komersial antara Subholding PT Pertamina NRE (New Renewable Energy) dengan pihak General Electric.

Direktur Operasi PT Pertamina NRE, Norman Ginting, dalam rilis kinerja PT Pertamina NRE tahun 2022 yang dihadiri CEO Danif Saputra, menyatakan bahwa PLTGU Jawa-1 untuk unit 1 maupun unit 2 sedang dalam proses commissioning dan ditargetkan beroperassi sekitar Agustus atau September 2023.

Namun Country Leader General Electric (GE) Gas Power Indonesia, Goerge Djohan, dalam pernyataan 12 Mei mengatakan, proyek ini baru akan beroperasi komersial pada akhir tahun 2023.

“Sungguh aneh dan menjadi pertanyaan besar terhadap adanya perbedaan keterangan untuk sebuah proyek besar dengan nilai investasi sekitar 1,75 miliar dolar AS, terkesan tidak ada koordinasi bahkan mismanagement di tingkat komando proyek yaitu pihak sponsor atau konsorsium,” kata Yusri lagi.

Kontradiksi pernyataan di atas membantah pernyataan Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya, ketika dalam kunjungan kerja di Gresik, Jawa Timur pada 5 Mei 2023.

Saat itu, Arifin Tasrif telah menyatakan bahwa proyek PLTGU Jawa-1 molor karena ada masalah desain alat yang tidak proven dan dibuat  oleh perusahaan Paman Sam.

Padahal, PLTGU Jawa-1 sesuai target awal seharusnya sudah beroperasi secara komersial paling lambat pada Desember 2021, lantaran merupakan bagian dari program Jokowi untuk proyek 35.000 MW.

Yusri juga menerangkan, tahapan COD itu diawali first fire, kemudian commissioning, sinkronisasi, performance test dan terakhir reliability test.

Menurut informasi yang diperoleh CERI, pemilihan teknologi sing shaft combined cycle turbin yang katanya memberikan efisiensi termal tinggi mencapai kisaran 60-65 persen diproduksi GE di Amerika Serikat adalah keputusan bulat anggota konsorsium Jawa-1 dan disetujui pihak PLN.

Adapun anggota konsorsium PT Jawa Satu Power (JSP) adalah, PT Pertamina NRE mengempit saham 40 %, Marubeni Corporation (40 persen) dan Sojitz (20 persen).

Sementara, konsorsium EPC sebagai pelaksana proyek pembangkit terintegrasi pertama di Asia Tenggara telah ditunjuk  Samsung C&T dengan GE (General Electric) dan PT Meindo Elang Indah.

Menurut Yusri, adapun pasokan gas untuk PLTGU Jawa-1 berasal dari LNG Tangguh Papua yang diregasifasikan di Floating Storage Regasification (FSRU) Jawa Satu. FSRU yang dibangun di Korea Selatan sudah stand by sejak pertengahan tahun 2021.

“Cilakanya lagi, kami mendapat informasi terbaru selain masalah engine, ternyata pemasangan pipa bawah laut sepanjang 15 km yang harusnya ditanam 2 meter didasar laut, tetapi digelar/ditidurkan di dasar laut (seabed), ada potensi bahaya” ujar Yusri.

Publik menunggu hasil akhir dari proyek PLTGU Jawa satu, apakah problem tehnologinya yang dituding Menteri ESDM sebagai penyebab molornya bisa diatasi oleh perusahaan General Electric, tutup Yusri.

PLTGU Jawa Satu Molor Banget, Ini Kontradiksinya

Sampai kini belum ada kepastian kapan waktu operasi komersial atau Commercial Operation Date (COD) Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa-1 yang memiliki kapasitas 1760 Mega Watt (MW). Dikhawatirkan COD ini akan semakin molor.

Proyek PLTGU Jawa-1 yang terletak di Desa Cilamaya, Kabupaten Kerawang, Jawa Barat, menghabiskan investasi 1,75 miliar dolar AS atau setara Rp 28 triliun. Proyek ini awalnya akan dijadikan model pembangkit energi bersih yang paling efisien. PLN mematok harga tarif listriknya sebesar 5,336 sen dolar AS per KWH.

“Selain ketidakpastian komersial akan membuat posisi keekonomian proyek ini jatuh ke zona merah yang berbahaya, yaitu IRR (Internal Rate of Return) di bawah 6 persen,” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman.

Yusri menyoroti kontradiksi pernyataan jadwal komersial antara Subholding PT Pertamina NRE (New Renewable Energy) dengan pihak General Electric.

Direktur Operasi PT Pertamina NRE, Norman Ginting, dalam rilis kinerja PT Pertamina NRE tahun 2022 yang dihadiri CEO Danif Saputra, menyatakan bahwa PLTGU Jawa-1 untuk unit 1 maupun unit 2 sedang dalam proses commissioning dan ditargetkan beroperassi sekitar Agustus atau September 2023.

Namun Country Leader General Electric (GE) Gas Power Indonesia, Goerge Djohan, dalam pernyataan 12 Mei mengatakan, proyek ini baru akan beroperasi komersial pada akhir tahun 2023.

“Sungguh aneh dan menjadi pertanyaan besar terhadap adanya perbedaan keterangan untuk sebuah proyek besar dengan nilai investasi sekitar 1,75 miliar dolar AS, terkesan tidak ada koordinasi bahkan mismanagement di tingkat komando proyek yaitu pihak sponsor atau konsorsium,” kata Yusri lagi.

Kontradiksi pernyataan di atas membantah pernyataan Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya, ketika dalam kunjungan kerja di Gresik, Jawa Timur pada 5 Mei 2023.

Saat itu, Arifin Tasrif telah menyatakan bahwa proyek PLTGU Jawa-1 molor karena ada masalah desain alat yang tidak proven dan dibuat  oleh perusahaan Paman Sam.

Padahal, PLTGU Jawa-1 sesuai target awal seharusnya sudah beroperasi secara komersial paling lambat pada Desember 2021, lantaran merupakan bagian dari program Jokowi untuk proyek 35.000 MW.

Yusri juga menerangkan, tahapan COD itu diawali first fire, kemudian commissioning, sinkronisasi, performance test dan terakhir reliability test.

Menurut informasi yang diperoleh CERI, pemilihan teknologi sing shaft combined cycle turbin yang katanya memberikan efisiensi termal tinggi mencapai kisaran 60-65 persen diproduksi GE di Amerika Serikat adalah keputusan bulat anggota konsorsium Jawa-1 dan disetujui pihak PLN.

Adapun anggota konsorsium PT Jawa Satu Power (JSP) adalah, PT Pertamina NRE mengempit saham 40 %, Marubeni Corporation (40 persen) dan Sojitz (20 persen).

Sementara, konsorsium EPC sebagai pelaksana proyek pembangkit terintegrasi pertama di Asia Tenggara telah ditunjuk  Samsung C&T dengan GE (General Electric) dan PT Meindo Elang Indah.

Menurut Yusri, adapun pasokan gas untuk PLTGU Jawa-1 berasal dari LNG Tangguh Papua yang diregasifasikan di Floating Storage Regasification (FSRU) Jawa Satu. FSRU yang dibangun di Korea Selatan sudah stand by sejak pertengahan tahun 2021.

“Cilakanya lagi, kami mendapat informasi terbaru selain masalah engine, ternyata pemasangan pipa bawah laut sepanjang 15 km yang harusnya ditanam 2 meter didasar laut, tetapi digelar/ditidurkan di dasar laut (seabed), ada potensi bahaya” ujar Yusri.

Publik menunggu hasil akhir dari proyek PLTGU Jawa satu, apakah problem tehnologinya yang dituding Menteri ESDM sebagai penyebab molornya bisa diatasi oleh perusahaan General Electric, tutup Yusri.

PLTUJAWA-1