Lie Detector Pembunuh Yosua dalam Teori

Image 3
Salah seorang tersangka pembunuh Brigardir Josua, Kuat Makruf, saat melakukan rekonstruksi.

HASIL tes kebohongan Eliezer, Ricky dan Kuat Makruf, dilaporkan Polri: Semua jujur. Dikritisi pakarnya, Handoko Gani: "Aneh. Sebab, cerita Eliezer dengan Kuat Makruf kontradiktif," katanya ke pers, Rabu (7/9).

Perkara pembunuhan Brigadir Yosua ini tak ada habisnya diberitakan media massa. Apalagi di medsos. Lebih ngawur lagi.

Sejak Jumat, 8 Juli 2022, sampai hari ini sudah dua bulan, "tiada hari tanpa berita Ferdy Sambo". Berarti, perhatian masyarakat begitu besar.

Terbaru soal lie detector (tes kebohongan). Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian kepada wartawan, Selasa (6/9) mengatakan:

"Barusan saya dapat hasil sementara uji polygraph terhadap RE (Bharada Richard Eliezer), RR (Bripka Ricky Rizal), dan KM (Kuat Makruf), hasilnya 'no deception indicated' alias jujur."

Dilanjut: "Uji poligraf bertujuan untuk memperkaya alat bukti petunjuk dalam perkara ini."

Tapi, hasil "tiga jujur" diragukan Handoko Gani, sebagai instruktur lie detector di Jakarta. Ia juga instruktur hipnotis, dan authorized operator alat pendeteksi emosi, layered voice analysis (LVA).

Handoko kepada pers mengatakan, hasil itu aneh.

Handoko: "Kita kan tahu bersama, ada perbedaan keterangan dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Bharada E yang dulu dan sekarang. Kemudian antara Bharada E dan FS (Ferdy Sambo) juga berbeda."

Dilanjut: "FS ini kan keterangannya satu jalur (sama) dengan Bripka RR. Nah, kalau Bripka RR dan Bharada E sama-sama jujur, ya aneh. Wong keterangan mereka bertolak belakang."

Akhirnya: "Alat (lie detector atau poligraf) nggak akan keliru. Tapi manusia yang mengoperasikan, dan pertanyaannya, bisa keliru, Sehingga menghasilkan keanehan."

Terperiksa kebohongan selain Eliezer, Ricky dan Makruf, juga tersangka Putri Candrawathi, isteri Sambo. Dan, Susi, asisten rumah tangga Sambo.

Putri dan Susi  dites kebohongan di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri, Sentul, Bogor pada Selasa, 6 September 2022 siang.  

Sambo juga akan dites kebohongan pada Kamis, 8 September 2022 hari ini. Total, bakal ada enam orang menjalani tes kebohongan.

Tapi, apalah arti tes kebohongan? Di kasus kopi sianida, 6 Januari 2016, Wayan Mirna Salihin tewas setelah minum kopi berisi racun sianida. Terdakwanya Jessica Kumala Wongso.

Jessica sudah dites kebohongan. Hasilnya: Jujur. Ternyata, 27 Oktober 2016, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta memutuskan, Jessica terbukti membunuh Mirna. Divonis hukuman 20 tahun penjara. Kini mendekam di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Akurasi lie detector juga diragukan Irjen Purn Aryanto Sutadi (Staf Ahli Kapolri). Aryanto juga merujuk kasus Jessica Wongso.

Menurutnya, orang yang sudah mahir atau pandai berbohong akan dengan mudah mengelabui lie detector.

Aryanto: "Itu (kasus Jessica) contoh kalau lie detector tidak berguna untuk yang sudah terbiasa bohong."

Tapi, beda negara beda pandangan dalam penggunaan lie detector. Di Amerika Serikat (AS), lie detector digunakan hingga kini. Dinilai tetap efektif.

Dikutip dari USNews, 25 September 2012, lie detector awalnya digunakan NSA (National Security Agency), agen kriptografi pemerintah AS. Didirikan Presiden AS, Harry S. Truman, 4 November 1952.

Personil NSA bertugas mengumpulkan dan menganalisis komunikasi negara lain, serta melindungi informasi milik AS. Kemudian, lie detector juga digunakan CIA (Central Intelligence Agency).

Intinya, awalnya digunakan untuk informasi intelijen negara. Jelasnya, untuk memeriksa intel asing yang tertangkap, juga intel AS sendiri yang diduga menjual informasi ke musuh.

Dikutip dari naskah bertajuk: "Taking the Mystery Out of the Polygraph Test", dijelaskan, ada tiga jenis tes standar lie detector. Diterapkan secara berurutan. Berikut ini:

1) CQT (Control Question Test). Isinya, penguji mengajukan pertanyaan kendali (control question) terhadap orang yang dites. Pertanyaan sepele-sepele. Jawabannya cuma "ya" atau "tidak".

Misal, “Apakah Anda pernah berbohong kepada orangtua Anda?”

Atau, "Pernahkah Anda meminjam, atau mengambil suatu benda tanpa izin?”

2) DLT (Directed Lie Test). Penguji menganjurkan agar orang yang diuji, berbohong dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan. Dari jawaban bohong itu, penguji mengamati hasilnya.

Hasilnya muncul dari perubahan denyut nadi, tarikan napas, kadar emosi, orang yang diuji. Hasil itu diamati penguji pada jarum yang bergerak di layar monitor komputer, yang terhubung dengan kabel-kabel di tubuh orang yang diuji.

3) GKT (Guilty Knowledge Test). Penguji memberi pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda (multiple choice) tentang berbagai fakta yang hanya diketahui penguji dan orang yang diuji.

Semua pertanyaan di sesi ini, adalah pertanyaan tentang kasus yang sedang diselidiki. Tidak ada tetang hal lain.

Penguji yang berhadapan dengan orang yang diuji, mengamati langsung reaksi wajah dan gestur orang yang diuji. Penguji juga membandingkan antara amatan mata penguji dengan jarum yang bergerak di layar monitor

Respon-respon verbal orang yang diuji, kemudian dibandingkan dengan respon-respon fisiologis di layar monitor. Penguji sudah punya parameter standar untuk membandingkan.

Kagak pake lama, hasil tes lis detector langsung keluar. Hasilnya hanya dua: Bohong atau jujur.  

Dipaparkan di situ, dengan kerumitan tes, maka hanya personil intelijen militer terlatih, dan tangguh, yang bisa memanipulasi lie detector. Tidak sembarang orang bisa memanipulasi.

Dengan catatan, jika personil penguji ahli, punya kapabilitas sebagai penguji. Dan, jujur. Kalau pengujinya tidak jujur, atau tidak kapabel, hasilnya bisa beraneka ragam. Bisa ambyar.

Di situ juga dipaparkan cara memanipulasi hasil lie detector oleh orang yang diuji. Berarti orang yang diuji adalah personil intelijen militer terlatih. Atau, orang yang sepanjang hidupnya sudah biasa berbohong.

Caranya disebutkan: Di tahap CQT, orang yang diuji menjawab jujur. Pertanyaan sepele-sepele itu dijawab: "Ya."

Tapi, harus memanipulasi perasaan dan pikiran, seolah-olah tertekan. Membayangkan sesuatu yang menekan psikologi. Bisa dibantu dengan alat, misal, menyisipkan batu kerikil dalam sepatu. Lantas, sebelum menjawab pertanyaan, ia menekan kaki menginjak kerikil dalam sepatu. Menghasilkan rasa sakit, berefek perasaan tertekan.

Umumnya, orang yang diuji harus melepaskan sepatu. Juga diperiksa seluruh tubuh, bersih dari peralatan semacam itu. Standar internasional.

Jika begitu, ia bisa menggigit lidah. Sampai luka. Barulah kemudian menjawab. Maka, jawabannya dalam perasaan tertekan. Langsung terpantau pada jarum monitor. Bergerak meloncat.

Tujuan manipulasi di tahap CQT, adalah untuk tahap berikutnya, DLT. Juga pada tahap berikutnya lagi, GKT.

Gampangnya, pada pertanyaan sepele (dan dijawab jujur) orang yang diuji sudah merasa tertekan. Kemudian ketika dia bohong pada pertanyaan tahap inti, juga merasa tertekan.

Jarum di monitor menunjukkan gerak yang mirip (meloncat), antara jawaban jujur dengan jawaban bohong. Dengan kata lain, loncatan jarum pada dua tahap pertanyaan, mirip.

Penguji bakal menyimpulkan, orang yang diuji memang punya lonjakan jarum segitu. Tertentu. Untuk jawaban jujur, maupun bohong. Di situlah lie detector termanipulasi.

Manipulator lie detector, umumnya intelijen militer yang tangguh. Misal, berani menembak dirinya sendiri, pada titik yang tidak mematikan. Digunakan sebagai alibi, bahwa ia diserang musuh. Karena, ia sudah biasa mengendalikan emosi dan perasaan. Termasuk rasa sakit.

Dari uraian USNews itu, lie detector sebagai alat, masih digunakan di AS hingga kini. Tidak gampang dimanipulasi.

Dalam kasus Duren Tiga, boleh saja orang berpendapat apa saja. Terkait penggunaan lie detector. Penyidikan tetap jalan sesuai jadwal.

Cuma, karena para pelaku di perkara ini pernah bohong, dan diumumkan ke publik, maka wajar jika publik tidak percaya.

Wartawan senior

Berita Terkait

Berita Lainnya