Oleh: Salamuddin Daeng, Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)
SISTEM anggaran defisit sebenarnya telah dibubarkan oleh Presiden Prabowo. Namun ada yang tengah sekarat mempertahankan rezim anggaran defisit ini. Siapa mereka? Adalah yang menikmati utang 600 - 700 triliun setiap tahun yang terancam kehilangan kesenangannya.
Sistem angaran defisit bukan masalah angaran kurang. Kalau anggaran kurang maka pemerintah dapat mengurangi belanja, pemborosan dikurangi, kegiatan pesta pesta dikurangi. Kalau sistem anggaran defisit itu berarti harus utang yang banyak, karena sistem ini didesain agar utang yang banyak, terus menerus dan utang berkisinambungan.
Sistem angaran defisit menebar ancaman kalau tidak utang maka nanti pemerintah akan menggenjot pajak. Pajak yang akan digenjot bukan pajak atas sumber daya alam namun ancamannya diarahkan kepada pajak pajak yang dibayarkan langsung oleh rakyat.
Nah para pelaku sistem angaran defisit sekarang tidak mau secara terbuka menantang Presiden Prabowo yang telah memberlakukan sistem angaran surplus, dengan cara memotong angaran APBN 3 kali 10 persen dengan tujuan efisiensi. Maka APBN yang tadinya defisit 600 triliun rupiah dari 3600 an triliun rupiah total APBN 2025, menjadi surplus 400 triliun rupiah.
Hal ini sangat menyakitkan hati kelompok ideologis anggaran defisit. Namun mereka tidak berani melawan. Maka terjadinya provokasi diarahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang berdiri di atas UU otonomi daerah dan UU pemerintahan daerah menjadi senjata yang segera dihuhunuskan ke jantung rakyat. Pemerintah daerah yang memang gampang atau ringan tangan "ugal ugalan" selama ini, menjadi obyek provokasi rezim angaran defisit.
Telah menjadi rahasia umum bahwa selama era reformasi salah satu penyebab kerusakan sumber daya alam, lingkungan hidup adalah otonomi Daerah. Demikian juga dengan berbagai kebijakan angaran daerah seperti pajak, retribusi, dan berbagai macam pungutan, telah membawa gangguan kepada masyarakat dan dunia usaha. Banyak penelitian ilmihan membuktikan hal itu, sehingga muncul wacana untuk membubarkan otonomi Daerah yang mengikuti ideologi Federalisme ini.
Sekarang otonomi Daerah di tangan pemerintah telah menjadi alat begi rezim angaran defisit untuk melakukan provokasi, mengibarkan kemarahan rakyat dengan berbagai pungutan pajak, retribusi dan lain sebagainya yang memberatkan. Api yang berkobar nanti akan dijadikan ancaman kepada pemerintahan Prabowo agar mengembalikan sistem angaran defisit dan menghentikan pemotongan anggaran dan membiarkan anggaran bocor.