Oleh: Gde Siriana Yusuf, Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS)
PRESIDEN Prabowo Subianto tengah menghadapi tantangan besar dalam tahun pertama pemerintahannya: mengkonsolidasikan elit politik nasionalis yang selama satu dekade terakhir terpecah oleh polarisasi, konflik internal partai, hingga kriminalisasi politis.
Dua tokoh yang muncul dalam konteks ini adalah:
- Thomas Lembong (Tom Lembong): eks pejabat ekonomi era Jokowi, kini lebih dekat ke barisan oposisi dan sering menyuarakan kritik. Ia sempat dikaitkan dengan kasus hukum, namun belum jelas apakah itu berbasis hukum atau politis.
- Hasto Kristiyanto: Sekjen PDIP, tokoh sentral nasionalisme populis Megawati, yang belakangan ini diseret dalam kasus Harun Masiku, yang penuh muatan politis. Ia ditahan menjelang dan setelah pemilu—momen penuh muatan simbolik.
Amnesti sebagai Sinyal Rekonsiliasi
Pemberian amnesti politik kepada kedua tokoh ini akan dibaca bukan sebagai pengampunan hukum semata, melainkan sebagai langkah simbolik dan strategis:
- Mengirim sinyal bahwa era persekusi politik telah berakhir.
- Mendorong PDIP, PSI, dan faksi nasionalis lain untuk melebur ke dalam kerangka “koalisi besar” Prabowo.
- Memberikan ruang rekonsiliasi dalam tatanan sipil, bukan cuma di level elite militer atau oligarki.
Momen 17 Agustus: Teater Politik Konsolidasi
Upacara Kemerdekaan RI pertama di bawah pemerintahan Prabowo bisa menjadi panggung konsolidasi nasional:
- Hasto mungkin dibebaskan atau hadir sebagai tamu kehormatan, menunjukkan bahwa “perang telah usai.”
- Tom Lembong bisa tampil dalam formasi baru ekonomi nasional, misalnya sebagai penasihat presiden atau bagian dari dewan transformasi ekonomi digital.
- PDIP mungkin mulai melebur secara simbolik ke koalisi, meskipun tetap menjaga marwah “oposisi kritis.”
Risiko dan Implikasi
Namun, langkah ini tidak tanpa risiko:
- Potensi backlash dari masyarakat sipil, jika amnesti dianggap impunitas untuk pelanggaran hukum.
- Reaksi dari internal aparat atau elite politik lain yang melihat langkah ini sebagai ancaman dominasi kubu tertentu.
- Pertanyaan besar tentang niat sejati rekonsiliasi: apakah ini demi demokrasi, atau sekadar pragmatisme kekuasaan?