Kritik Tak Sama dengan Menghina

Image 3
Foto: Net

DALAM video yang sudah ditayangkan dan disebarkan kemana-mana,  advokat  Alvin Lim, gencar mengeritik polisi. Tak sekadar mengeritik, advokat yang kini sudah divonis 4,5 bulan oleh PN Jakarta Selatan dalam kasus pemalsuan dan pengelapan dokumen itu — bukan terkait dengan polisi — juga dengan kasar menghina sampai meng-“anjing-anjing”-kan polisi!

Polisi  sudah semestinya tidak anti kritik.  Polisi harus terbuka menerima kritik. Maka polisi perlu segera berbenah diri.

Apakah kritik dan hinaan itu memang fakta, apakah kurang paham aturan hukum perundang-undangan, apakah cari aman tanpa rasa malu?

Namun apakah sang pejabat, sang penguasa dan lingkungan pengambil keputusan, tiarap, senyap dan tak berdaya?

Memang betul polisi jangan emosi, namun juga tidak harus dengan punya rasa takut. Kewibawaan Polri harus dijaga, hukum harus ditegakkan secara poporsional  serta dengan profesional.

Fiat Justitia Ruat Caelum

Bukankah dalam penegakkan hukum ada adigium “Keadilan harus tetap  ditegakkan,  walaupun langit akan runtuh” (fiat justitia ruat caelum). Di sinillah insan Bhayangkara perlu solid dan bersatu. Internal harus dibersihkan, simultan eksternal juga harus ditegakkan.

Katakanlah kritik Alvin Lim terhadap Polri itu benar (dengan atau berdasarkan bukti-bukti yang dimilikinya), namun apakah bijak hal yang demikian itu disampaikan melalui sosial media dengan narasi yang satir, kasar, dan uneducated? Kritik jelas bera menghina dan memaki.

Sudah bagus polisi merespon ucapan Alvi Lim secara educated, namun selebihnya perlu kita dorong  Bareskrim (cyber police) untuk memprosesnya berdasarkan UU ITE dan KUHP, sekaligus mengingatkannya dan siapapun juga bahwa ”mulutmu adalah harimaumu”.

Dalam masyarakat bangsa yang beradab (termasuk masyarakat bangsa yang liberal sekalipun), tidak ada kebebasan berbicara (freedom of speech) tanpa pembatasan.

Dalam kehidupan kita beragama, agama apapun mengajarkan, “berbicara yang baiklah, atau lebih baik diam."

Dalam kehidupan kita bermasyarakat, ada norma kesusilaan yang mengandung substansi "moral restrain", dan norma hukum yg berisi perintah dan atau larangan dengan  disertai sanksi bila dilanggar. Manusia seperti Alvin Lim ini (dan juga masih banyak lagi yang mirip dengan dia) yang selalu mengagung-agungkan kebebasan atas nama HAM, adalah manusia yang tidak mengerti akan eksistensi dirinya sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki keterbatasan, sekaligus mencerminkan diri sebagai manusia yang tidak Beradab. Tak heran jika Persatuan Jaksa yang ikut dihina dalam tayangan, sudah berencana melaporkan Alvi Lim ke polisi.

Mesti Dihilangkan

Terlepas dari cara Alvim Lim yang kasar dan menghina, perbuatan apa saja yang dikritik Alvi Lim mesti  segera dihilangkan di lingkungan polisi. Menjadi cita-cita kita semua, polisi harus bersih dan transparan. Siapa yang melanggar ditindak sesuai aturan pidana, kode etik ataupun aturan disiplin yang berlaku.

Polri mesti berani segera lakukan bongkar kasus-kasus yang disebutkan oleh Alvin Lim itu. Seandainya polisi sekarang ini benar-benar berani melakukan  “bongkar, ” pasti bisa dan mampu.

Sebaliknya,  jika pernyataan Alvin Lim ada yang  melanggar hukum, mesti dimintakan pertanggung jawaban dengan diproses sesuai ketentuan hukum perihal memfitnah dan menghina dengan tulisan dan seterusnya.

Polisi dan Kapolrinya saja di maki-maki seperti itu, tentu rasanya  polisi terhina. Untuk itu polisi jangan menunggu termotivasi baru bergerak, tapi polisi segeralah bergerak, maka polisi pasti termotivasi.

Kritik dan menghina berbeda. Kititik tentu boleh. Tapi menghina termasuk pelanggaran hukum yang merendahkan harkat dan martabat manusia, dan karena harua diproses hukum.

Kita tunggu adanya yang polisi berani untuk "tangkap" Alvin  Lim, karena sudah bisa patut diduga melakukan pidana ujaran kebencian dengan caci-makinya atau penyebaran fitnah yang dilakukannya yang membuat image negatif terhadap institusi Polri.

Polri segera buat tim kerja untuk pelajari unsur hukum dengan pemahaman sosiologi dan psykologinya, karena polri sudah banyak punya sarjana pintar. Perlu pelajari kata katanya sudah berapa kali  dan berapa  banyak kata kata Alvin Lim mengucapkan “polisi, dan bukan oknum polisi", itu kan "reifikasi" menyamaratakan oknum polisi menjadi semua anggota polisi. Bila perlu libatkan ahli bahasa yang faham benar masalah ini, khususnya tentang “fallacy" kekeliruan dalam kontek Alvin Lim telah melakukan kekeliruan dan kemungkinan sudah melanggar hukum pidana yang diatur dalam KUHP maupun UU ITE.

Penegakkan Hukum Tanpa Melanggar Hukum

Kritik tidak mesti dengan caci-maki. Begitu juga menegakkan hukum tidak mesti dengan melanggar hukum.

Setiap polisi adalah pemimpin, karena memiliki diskresi yang melekat pada dirinya sebagai insan bhayangkara negara. Dalam rangka menerapkan dan mengendalikan diskresi tersebut, diperlukan jiwa dan semangat strong leaderahip semua insan Polisi.

Irjen Pol Purn Sisno Adiwinoto
Pengamat Kepolisian, Ketua Penasihat Ahli Kapolri